6 Peringatan Dini BMKG Terkait Cuaca di Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan sejumlah peringatan dini cuaca di Indonesia.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 27 Agu 2021, 06:29 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan sejumlah peringatan dini cuaca di Indonesia.

Salah satunya terkait ancaman kekeringan di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko menyebutkan potensi kekeringan meteorologis tersebut berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori sangat panjang (31-60 HTH) dan ekstrem panjang (lebih 60 HTH).

"Beberapa wilayah di NTB dan NTT telah mengalami hari tanpa hujan dengan kategori sangat panjang dan ekstrem panjang," ujar Urip seperti dikutip dari Antara.

Meski begitu, BMKG juga memprediksi musim penghujan di sebagian wilayah di Indonesia datang lebih awal ketimbang musim hujan 2020-2021 kemarin.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan musim hujan pada periode 2021-2022 ini maju di September dan Oktober. Pada Maret lalu, musim penghujan diprediksi datang pada Desember 2021.

Dwikorita kemudian mengimbau, pemda setempat dan masyarakat dapat mewaspadai dan memitigasi lebih awal potensi bencana hidrometeorolgi. Tujuannya, kata dia, agar dapat mengurangi risiko bencana bila ancaman menjadi nyata.

"Perlu diperhatikan bersama terutama wilayah rawan banjir longsor dan tanah bergerak seiring intensitas yang akan makin meningkat maka itu tadi mitigasi perlu disiapkan," papar Dwi.

Berikut deretan peringatan dini cuaca di Indonesia yang dikeluarkan BMKG dihimpun Liputan6.com:

 


Potensi Kekeringan di Beberapa Wilayah Indonesia

Pemandangan aliran Kali Bekasi yang menyurut di kawasan Margahayu, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/10/2019). Musim kemarau berkepanjangan menyebabkan debit air Kali Bekasi menurun dan hampir mengering di beberapa titik. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini ancaman kekeringan di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko menyebutkan potensi kekeringan meteorologis tersebut berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori sangat panjang (31- 60 HTH) dan ekstrem panjang (lebih 60 HTH).

Kekeringan berkategori awas berpotensi terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat yaitu Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa. Kemudian Nusa Tenggara Timur yaitu Kabupaten. Alor, Kabupaten Belu, Kabupaten Flores Timur, Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timortengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Timur.

Sementara wilayah dengan kategori Siaga berada di Jawa Timur yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Situbondo.

Lalu Bali yaitu di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem), kemudian Nusa Tenggara Barat yaitu di Kabupaten Lombok Timur. Serta Nusa Tenggara Timur yaitu di Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Barat.

Urip mengatakan beberapa wilayah di NTB dan NTT telah mengalami hari tanpa hujan dengan kategori sangat panjang dan ekstrem panjang.

Kemudian daerah yang mengalami hari tanpa hujan sangat panjang berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, NTB dan NTT.

Sementara itu, wilayah yang mengalami hari tanpa hujan ekstrem panjang meliputi Lape (110), Soromandi (137), Wawo (84) Provinsi NTB dan wilayah Atambua/Motabuik (104), Bakunase (137), Balauring (74), Batuliti (125), Boentuka (91), Boru (79), Busalangga (61), Camplong (118), Fatubesi (136), Fatukmetan (65), Fatulotu (115), Kamanggih (135), Mamsena (94), Mapoli (137), Melolo (122), Naioni (118), Oemofa (136), Oepoi (138), Rambangaru (133), Solor Selatan (136), Stamet Mali (79), Wairiang (135) Provinsi NTT.

"Dengan mengacu pada monitoring kejadian hari kering berturut-turut di atas dan prediksi akan peluang hujan rendah (<20 mm/10 hari) terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis," kata Urip seperti dikutip dari Antara.

 


Potensi Kebakaran Lahan

Api menyala di vegetasi kering dari Idaho Maryland Road di Grass Valley, California, Rabu (25/8/2021). Kebakaran hutan California Utara yang telah membakar ratusan rumah bergabung dengan api di timur Los Angeles yang juga menghancurkan bangunan. (Elias Funez/The Union via AP)

Urip kemudian menjelaskan dampak kekeringan meteorologis biasanya diikuti antara lain berkurangnya persediaan air untuk rumah tangga dan pertanian serta meningkatnya potensi kebakaran semak, hutan, lahan dan perumahan.

"Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya informasi ini bisa dijadikan kewaspadaan dan pertimbangan untuk melakukan langkah mitigasi dampak ikutan dari kekeringan meteorologis," ujar Urip melanjutkan.

Berdasarkan pantauan BMKG hingga akhir Agustus 2021, hasil monitoring perkembangan musim kemarau tahun 2021 menunjukkan 85 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.

 


Penjelasan soal Penyebab Kemarau Disertai Bencana Hidrometeorologi

Ilustrasi kemarau dan kekeringan | unsplash.com/@danielcgold dan unsplash.com/@redcharlie

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan, di Indonesia tengah terjadi anomali musim yang tidak sesuai prediksi.

Menurut dia, hal itu yang menyebabkan kondisi hujan lebat hingga bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Mengapa bisa terjadi? Karena Indonesia benua maritim dan benua dengan benua lainnya yang iklim cuaca musimnya sangat dipengaruhi dua samudra besar, Pasifik dan Hindia. Kemudian dipengaruhi dua benua Australia dan Asia," kata Dwi saat jumpa pers daring, Kamis 26 Agustus 2021.

Dia menjelaskan, prediksi BMKG pada Maret adalah kemarau tahun ini adalah kemarau basah. Hal itu menjadikan benerapa wilayah Indonesia mengalami kekeringan panjang lebih 60 hari. Utamanya, wilayah selatan katulistiwa tapi kenyataanya masih ada wilayah mengalami musim hujan di wilayah utara dan barat.

"Kemarau sesuai prediksi bisa terjadi bencana kekeringan tetapi bersamaan kekeringan di selatan katulistiwa dan utara serta barat Indonesia mengalami banjir bandang atau longsor," kata Dwi.

Dia menyatakan, efek musim kemarau dan hujan bersamaan adalah aktivitas pembentukan awan yang bergerak dari barat ke timur (Osilasi Madden-Julian atau MJO) dari Samudra Hindia. Selain itu, efek lain adalah terjadinya udara dingin, Elnino dan Lanina yang semua silih berganti.

"Beberapa fenomena itu dapat bersamaan dan saling menguatkan. Kecendrungannya demikian, sehingga itu memengaruhi dinamika iklim dan cuaca di Indonesia begitu dinamis. Jadi diperkirakan puncak kemarau September juga masih ada," terang Dwi.

 


Prediksi Musim Hujan 2021 Datang Lebih Awal di Sebagian Wilayah

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis, bahwa wilayah Jawa Barat masih berada dalam puncak musim hujan sehingga peningkatan intensitas curah hujan masih kerap terjadi.

Dwi juga menyampaikan, BMKG memprediksi musim penghujan di sebagian wilayah di Indonesia datang lebih awal ketimbang musim hujan 2020-2021 kemarin.

Dia mengatakan, musim hujan pada periode 2021-2022 ini maju di September dan Oktober. Pada Maret lalu, musim penghujan diprediksi datang pada Desember 2021.

"Jadi ini hampir 50 persen wilayah Indonesia mengalami musim hujan yang maju pada September-Oktober," kata Dwi.

Dia lalu merinci pembagian wilayah di Indonesia dalam 324 zona musim. 14,6% dari 324 zona musim tersebut diprediksi mengalami musim hujan pada September. Terutama di Sumatera bagian tengah dan sebagian Kalimantan.

Sebanyak 39,1 persen dari total zona musim, meliputi Sumatera bagian selatan sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Bali akan mengalami musim hujan mulai Oktober.

Kemudian 28,7 persen dari wilayah zona musim di Indonesia, musim hujan dimulai November, seperti sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi.

"Jadi tidak serempak mulainya musim hujan ini. Jika dibanding rerata klimatologis, awal musim hujan yang kita bandingkan periode 1981-2010 yang kita jadikan refrensi, maka awal musim hujan tahun 2021-2022 ini diprakirakan maju. Total majunya 45,9% dari zona musim," terang Dwi.

 


Potensi Bencana Hidrometeorologi saat Musim Hujan

Warga menggunakan payung saat hujan mengguyur kawasan Jakarta, Senin (3/2/2020). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis informasi peringatan dini cuaca ekstrem yang diperkirakan berlangsung hingga Rabu (5/2/2020) mendatang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BMKG memprediksi musim penghujan di sebagian wilayah di Indonesia, pada periode 2021-2022, datang lebih awal.

Dwi pun memperingatkan potensi bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi selama musim penghujan.

"Jadi BMKG memperingatkan adanya potensi bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi, menyusul prediksi musim hujan yang akan datang lebih awal dari normalnya dari biasanya pada 2021," ujar Dwi.

Selain itu, peringatan ini dikeluarkan lantaran, intensitas musim hujan kali ini diperkirakan lebih tinggi dari biasanya.

"Jadi BMKG memperingatkan sejumlah wilayah di Indonesia akan mengalami musim hujan dengan intensitas lebih tinggi dari biasanya. Puncaknya musim hujan 2021-2022, diprediksi akan terjadi Januari dan Februari," kata Dwikorita.

Dia merinci, wilayah yang memiliki intensitas hujan lebih tinggi adalah sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau di sebagian selatannya.

Kemudian Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian barat hingga selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian barat, Pulau Seram bagian selatan dan Papua bagian selatan.

"Curah hujan di provinsi ini tidak seragam di tiap kabupaten dan kecamatan. Jadi kami sampaikan ini secara umum. Detilnya untuk di tiap bisa cek di aplikasi info BMKG, cek 6 hari ke depan dan tiap tiga jam per harinya bisa," papar Dwi.

 


Lanina Akan Kembali Terjadi di Indonesia Akhir 2021

Penyu Hijau salah satu hewan yang rentan terhadap perubahan iklim akibat badai La Nina. (Liputan6.com/Switzy Sabandar).

Dwi juga memprediksi, Indonesia kembali berpeluang terjadi anomali iklim. Prediksi itu berdasarkan pemantauan paramater BMKG dan institusi internasional lain.

"Indikasi menyebut akan terjadi Lanina pada Desember tahun ini," kata Dwi.

Jika itu terjadi, kondisinya akan sama tahun lalu. Di mana terjadi lonjakan aliran masa udara basah dari Samudera Pasifik menuju perairan di Indonesia.

"Curah hujan berpotensi mengalami peningkatan, seperti tahun lalu sebanyak 40% bahkan di beberapa wilayah 80%. Ini akan berpeluang kembali terjadi di akhir tahun," Dwi menandasi.

 

(Lesty Subamin)


Waspada Bencana Alam Akibat La Nina

Infografis Waspada Bencana Alam Akibat La Nina. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya