Wali Kota Makassar Diperiksa terkait Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan RS Batua

Polda Sulsel memeriksa Wali Kota Makassar Moh Romdhan Pomanto dalam penyidikan dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar.

oleh Eka Hakim diperbarui 27 Agu 2021, 09:00 WIB
Kepala Subdit III Tipikor Polda Sulsel Kompol Fadli akui pihaknya telah memeriksa intens Wali Kota Makassar Moh. Romdhan Pomanto dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel memeriksa intens Wali Kota Makassar Mohammad Romdhan Pomanto dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar.

Danny sapaan akrab Mohammad Romdhan Pomanto, diperiksa Kamis, 26 Agustus 2021, dari pukul 14.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.

"Pemeriksaanya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua ini," ucap Kepala Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel, Kompol Fadli di Aula Tipikor Polda Sulsel, Kamis (26/8/2021).

Pemeriksaan terhadap Wali Kota Makassar tersebut, kata Fadli, hanya meminta klarifikasi seputar pengetahuannya mengenai kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar yang kemudian menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan keuangan daerah Kota Makassar tersebut.

"Dari dia (Wali Kota Makassar) kita ingin ketahui sepengetahuannya terkait awal proyek kemudian pelaksanaannya bagaimana hingga gimana akhir pekerjaan (finishing). Seputar itu materinya tadi," terang Fadli.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Aktivis Dorong Penyidik Telusuri Aliran Dana

Terpisah, Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan (LAKSUS), Muh Ansar dimintai tanggapannya seputar pemeriksaan Wali Kota Makassar dalam penyidikan dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tersebut mengatakan, tentunya ada hal yang penting untuk diklarifikasi oleh penyidik mengenai peranan Wali Kota sebagai penentu kebijakan saat itu.

"Nah sejauh mana kebijakan Wali Kota Makassar saat itu, apakah telah sesuai dengan aturan yang ada atau tidak, inilah yang perlu pendalaman lebih lanjut oleh penyidik," ucap Ansar.

Yang jelas, kata Ansar, dirinya percaya dan yakin secara umum kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu akan dituntaskan hingga ke meja hijau.

"Saya kira kita cukup apresiasi penanganan kasus ini. Di mana Polda Sulsel sudah bekerja profesional," ujar Ansar.

Meski demikian, ia tetap mengingatkan agar penyidik tidak tebang pilih dalam menjerat para tersangka. Di mana menurut pemantauan LAKSUS, masih ada pihak yang turut menikmati aliran dana hasil korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tersebut, tetapi hingga saat ini perannya belum tersentuh.

"Tapi kita tetap optimis jika aktor yang mencicipi aliran dana korupsi Rumah Sakit Batua ini akan diproses secara hukum," tutur Ansar.

Ia mengatakan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang bukan hanya merugikan negara, akan tetapi, kata dia, dapat berdampak pada seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, korupsi juga merupakan kejahatan yang merampas hak rakyat untuk menikmati pembangunan dan pelayanan publik.

Sehingga, dikaitkan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tersebut, kata Ansar, penyidik tak boleh berhenti hanya pada tersangka yang sudah ada saat ini. Melainkan, seret semua yang terlibat hingga ke akar-akarnya.

"Kami sangat menduga masih ada pihak yang ikut memanfaatkan proyek ini untuk mengambil keuntungan. Semoga Polda Sulsel bisa mengungkap itu atau nantinya itu bisa terungkap pada saat di persidangan nantinya," Ansar menandaskan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi). Lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad itu, bahkan mendorong penyidik tipikor Polda Sulsel melacak siapa saja yang menikmati aliran dana hasil korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tahun anggaran 2018.

"Sejak awal kami mendorong itu. Masih banyak pihak yang belum tersentuh dari mereka yang disinyalir turut menikmati hasil dari kejahatan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua ini," kata Kadir Wokanubun, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi).

Kadir berharap penyidik juga turut mendalami sejauh mana peran anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar keterkaitannya dengan kewenangan yang dijalankan. Di mana sebelumnya sempat diungkap oleh anggota DPRD Makassar jika pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu telah mendapat kucuran anggaran tiap tahun terhitung sejak tahun 2018.

"Kita sempat dengar juga itu kalau proyek ini tiap tahun dianggarkan terhitung sejak 2018. Pertanyaannya kan begini, kok bisa anggarannya diloloskan di tahun berikutnya sementara di awalnya sudah gagal. Atau jangan-jangan ada dugaan fee yang diterima sehingga anggarannya diloloskan kembali. Kita harap penyidik mendalami ini," terang Kadir.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti mengejar perbuatan pelaku-pelaku berikutnya dalam kegiatan yang merugikan keuangan daerah Kota Makassar tersebut.

"Kita tidak akan sisakan pelaku-pelaku yang ada. Semua yang diketahui turut serta dalam menyebabkan terjadinya kerugian negara kita akan mintai pertanggungjawaban hukum. Silahkan teman-teman memonitor dan sama-sama mengawal kasus ini hingga tuntas dengan utuh," ujar Widoni.

Ia mengungkapkan, dari hasil penelusuran oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan ada aliran dana-dana proyek yang mengalir pada orang-orang yang dituju dan hal itu yang menjadi pertimbangan mereka menjadi tersangka.

"Setelah itu kami belum bisa ngomong terlalu jauh lagi mengenai aliran dana itu kemana selanjutnya. Kita tunggu saja hasil pengembangan penyidikan berikutnya," jelas Widoni.

 


Meski Bermasalah Terus Dapat Kucuran Dana

Kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar telan kerugian Rp22 miliar lebih (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar kabarnya telah menelan anggaran sebesar Rp120 miliar lebih. Meski yang berproses hukum saat ini baru sebatas penggunaan anggaran pembangunan tahap pertama yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

Ketua Komisi D DPRD Makassar, Abdul Wahab Tahir jauh sebelumnya mengungkapkan bahwa pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar telah mendapatkan kucuran anggaran tiap tahun terhitung sejak tahun 2018.

Penambahan anggaran pembangunan RS Batua di tahun 2020, kata dia, diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Makassar. Kemudian berlanjut di tahun 2021 kembali diusulkan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Meski demikian, ia mengaku lupa angka pasti anggaran yang dimaksud. Yang jelasnya, lanjut dia, pembangunan Rumah Sakit Tipe C Batua tersebut dianggarkan tiap tahun namun selalu gagal tender.

"Tahun 2020 dianggarkan pada Dinas PU dan tahun 2021 kembali ke Dinas Kesehatan," ucap Wahab saat dikonfirmasi via telepon, Kamis 28 Januari 2021.

Saat ditanya apakah anggaran yang kucur tiap tahunnya untuk pembangunan Rumah Sakit Batua itu telah kembali ke kas daerah karena alasan gagal tender, Wahab mengatakan hal itu sudah pasti harus kembali masuk ke kas daerah.

"Iya," jawab Wahab sembari mengingat bahwa pada tahun 2020 lalu, pembangunan Rumah Sakit Batua kabarnya sempat dianggarkan dengan usulan Rp100 miliar, namun turun menjadi Rp80 miliar. Kemudian disepakati pada APBD 2020 sebesar Rp50 miliar.

 


Broker hingga Pengguna Anggaran Turut Tersangka

Diketahui, Penyidik Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel telah menetapkan 13 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tahun anggaran 2018.

Ketiga belas tersangka tersebut masing-masing berinisial AN, SR, MA, FM, HS, MW, AS, MK, AIHS, AEH, DR, ATR dan RP.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri mengungkapkan dari 13 orang tersangka tersebut, ada yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pelaksana Teknis Pekerjaan (PPTK), Konsultan Pengawas, Kelompok Kerja (Pokja), Tim PHO, pelaksana pekerjaan (rekanan), broker pekerjaan hingga aktor intelektual yang merancang lakukan korupsi terhadap anggaran kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu.

"Sejak awal proses tender proyek sudah terjadi persekongkolan jahat. Memang niatnya sudah ada dari awal," kata Widoni dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di Gedung Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel, Senin 2 Agustus 2021.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan ancaman Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, Widoni berjanji akan terus mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk menyeret tersangka berikutnya atau mereka yang dianggap turut terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan telah merugikan keuangan dan perekonomian daerah Kota Makassar tersebut.

"Pasal 55 juga akan jadi fokus pertimbangan sehingga kasus ini akan terus kami kembangkan. Jadi tidak hanya mentok pada 13 tersangka saat ini. Ke mana-mana saja aliran dana proyek ini kita sudah kantongi, tinggal pendalaman lebih lanjut," jelas Widoni.

Ia mengungkapkan, dalam pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar hingga saat ini telah menelan anggaran hingga Rp120 miliar lebih. Namun, penyidikan kasus yang sedang berjalan baru sebatas pada penggunaan anggaran tahap pertama di tahun anggaran 2018 yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

"Termasuk kita juga akan dalami sejauh mana pelaksanaan proyek IPALnya nanti. Untuk saat ini penyidikan baru sebatas pemanfaatan anggaran pembangunan gedungnya di tahap awal yang menelan anggaran Rp25 miliar lebih dan ternyata dari perhitungan BPK kerugian negara mencapai Rp22 miliar lebih. Pekerjaan dinilai oleh BPK sebagai total loss karena fisik bangunan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali," ungkap Widoni.

Ia berharap peran aktif rekan-rekan media hingga masyarakat dalam mengawal penuntasan utuh kasus dugaan korupsi di lingkup Rumah Sakit Batua Makassar tersebut.

Jika dikemudian hari, kata dia, ada yang memiliki bukti lainnya yang masih terkait dengan dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Batua itu, agar bisa berkoordinasi dengan tim penyidik.

"Kita ingin kasus ini terbuka secara terang-benderang. Siapa pun yang ditemukan terlibat sebagaimana dukungan alat bukti, kita tak segan-segan akan memintai pertanggungjawaban secara hukum yang berlaku," tegas Widoni.

Diketahui, proyek pembangunan proyek pembangunan RS Batua Makassar Tipe C tahap satu tersebut awalnya ditender melalui LPSE dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp49 miliar.

Dalam prosesnya kemudian, PT. Sultana Nugraha disebut sebagai perusahaan pemenang tender dengan nilai HPS sebesar Rp26 miliar lebih.

Adapun yang bertindak sebagai Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan yakni perusahaan bernama CV Sukma Lestari dan Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya