Targetkan Komposisi Pendapatan Nonbatubara 50 Persen, Indika Energy Bertranformasi

Indika Energy mendirikan perusahaan join venture dengan salah satu pengembang PLTS di India, pada awal 2021.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Agu 2021, 06:33 WIB
Webinar SUKSE2S bertajuk Pengembangan PLTS untuk Kemerdekaan Energi; Sampai Kapan Harta Karun Terbesar di Indonesia Disia-siakan?, Kamis (26/8/2021).

Liputan6.com, Jakarta PT Indika Energy Tbk sejak tiga tahun lalu melakukan transformasi bisnis. Salah satu bentuk transformasi Indika dengan terjun ke bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT), salah satunya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Perusahaan menargetkan jika pendapatan batu bara dan non batu bara bisa seimbang dengan komposisi 50:50 pada 2025.

Wakil Direktur Utama & Group CEO PT Indika Energy Tbk, Azis Armand, mengatakan “PLTS sangat besar karena PLTS akan mempunyai suatu ekosistem tertentu lainnya,” kata dia dalam Webinar SUKSE2S bertajuk Pengembangan PLTS untuk Kemerdekaan Energi; Sampai Kapan Harta Karun Terbesar di Indonesia Disia-siakan?, Kamis (26/8/2021).

Dia pun mengatakan jika perusahaan mendirikan perusahaan join venture dengan salah satu pengembang PLTS di India, pada awal 2021.

“Kami sebutnya EMITS. EMITS sudah mengembangkan lebih 550 MW di India, mayoritas kepemilikan dipegang TPG,” ujar dia.

Azis mengatakan jika target komitmen net zero emission akan dicapai perusahaan melalui perubahan portfolio, dan melakukan dekarbonisasi di anak usaha yang akan berkontribusi ke net zero emission.

"Kami ingin menjadi bagian dari ekosistem solar PV di Indonesia, baik melalui anak usaha EMITS dan lainnya," jelasnya.

Hadir pula menjadi pembicara dalam webinar, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Baru Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya.

Kemudian Direktur Pengembangan dan Niaga PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Purnama, Direktur Pengembangan PT Bukit Asam Tbk Fuad IZ Fachroeddin, Vice President Technical & Engineering Pertamina Power Indonesia Norman Ginting dan Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk Christoper Liawan.

Direktur Pengembangan dan Niaga PJB, Iwan Purnama, mengatakan untuk pengembangan PLTS perlu dukungan kebijakan, seperti dimasukkan semua perencanaan yang ada dalam RUPTL.

Selain itu, menciptakan pasar PLTS dengan meningkatkan kapasitas pengembangan dalam PLTS dan menetapkan target pengembangan PLTS yang jelas.

“Perlu harmonisasi antara supply dan demand dalam rangka akselerasi penambahan pembangkit baru,” kata Iwan.

Dari sisi pengadaan juga diharapkan ada standarisasi aturan dan meningkatkan transparansi proses lelang, serta strandarisasi PPA yang bankable dengan alokasi risiko yang adil.

Dari sisi eksekusi proyek ada kemudahan dan flesibilitas dalam perizinan dan penyiapan lahan, termasuk perizinan waduk yang dikelola oleh Kementerian PUPR. Kemudian relaksasi persentase penggunaan permukaan waduk untuk mendanai PLTS terapung.

“Serta penguasaan teknologi dan kesiapan industri pendukung untuk bunga rendah,” kata dia.

 


Pemanfaatan EBT Rendah

PLN siap memimpin transisi energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam sektor ketenagalistrikan di Indonesia. (Dok PLN)

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Baru Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan, pemanfataan EBT di Indonesia masih rendah.

Untuk itu, semua energi terbarukan akan dikembangkan, namun kecepatannya melihat dari teknologi dan competiveness teknologi tersebut.

“Teknologi surya besar tapi utilisasinya kecil. Saat ini kami sedang finalisasi pemuktahiran teknologi EBT, salah satunya surya yang potensinya besar,” kata dia.

Salah satu pertimbangan Kementerian ESDM mendorong PLTS adalah harganya yang terus turun dan animo yang meningkat di tanah air. Untuk itu, regulasi untuk mendukung pengembangan PLTS dipersiapkan.

Saat ini regulasi tersebut tinggal menunggu selesainya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Kementerian ESDM mendorong adanya Permen PLTS Atap yang memberikan insentif lebih partisipasi masyarakat, yakni ketentuan ekspor yang lebih besar dari 65 persen dan kelebihan akumulasi selisih dinihilkan diperpanjang.

“Selain itu, jangka waktu permohonan PLTS Atap lebih singkat, adanya pusat pengaduan sistem PLTS atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan, perluasan tidak hanya pelanggan PLN saja tapi dari pelanggan di luar wilayah usaha non PLN, hingga mekanisme pelayanan diwajibkan,” kata Chrisnawan.

Namun pengembangan PLTS bukan tanpa tantangan, khususnya kemampuan industri solar PV dalam negeri yang baru pada tahap assembly modul surya. Pengembangan industri solar PV dalam negeri ada pada skala ekonomi yang kecil, sehingga tidak kompetitif.

“Salah satu komponen PLTS yang penting yaitu inverter belum dapat diproduksi dalam negeri, teknologi penyimpanan energi masih mahal, dan kemampuan produksi dalam negeri juga masih terbatas untuk mendukung proyek PLTS skala besar,” kata Chrisnawan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya