Studi Juli 2021: Antibodi Vaksin Johnson & Johnson Stabil 8 Bulan Meski Satu Dosis

Diperoleh antibodi penetral yang dihasilkan vaksin Johnson & Johnson stabil delapan bulan

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 27 Agu 2021, 09:32 WIB
Vaksin Johnson & Johnson terlihat di distributor McKesson Corporation di Shepherdsville, Kentucky, Senin (1/3/2021). Vaksin COVID-19 yang dikembangkan perusahaan farmasi Janssen tersebut, menjadi vaksin virus corona ketiga yang sah digunakan di Amerika Serikat. (AP Photo/Timothy D. Easley, Pool)

Liputan6.com, Washington D C - Perusahaan Johnson & Johnson (J&J) pada Rabu, 25 Agustus 2021, menyebut, suntikan booster atau pemberian dosis ke-2 vaksin Johnson & Johnson dapat meningkatkan kadar antibodi secara tajam.

Berdasarkan data sementara dari dua uji coba tahap awal, diperoleh secuil bukti bahwa dosis ke-2 vaksin Johnson & Johnson menghasilkan tingkat antibodi yang mengikat sembilan kali lebih tinggi dari tingkat 28 hari setelah seseorang menerima dosis pertama.

Vaksin Johnson & Johnson yang rencananya tiba di Indonesia pada September 2021 merupakan vaksin COVID-19 yang berasal dari Amerika Serikat. Vaksin ini hanya diberikan dalam satu dosis.

Perusahaan Johnson & Johnson melalui keterangan pers yang dikirimnya, menjelaskan, tidak seperti antibodi penawar yang menghancurkan virus, antibodi pengikat menempel pada virus tetapi tidak menghancurkannya atau mencegah infeksi.

Sebaliknya, mereka bertugas memeringatkan sistem kekebalan akan kehadirannya sehingga sel darah putih dapat dikirim untuk menghancurkannya.

Alasan tersebut yang mendorong perusahaan tengah memertimbangkan penggunaan vaksin Johnson & Johnson sebagai booster.

 


Sebelumnya Tidak Ada Bukti tentang Efek Dosis Booster Vaksin Johnson & Johnson

Penasihat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), khususnya, telah menunggu kabar tentang bagaimana individu dengan gangguan kekebalan yang menerima suntikan vaksin Johnson & Johnson.

Menurut perusahaan Johnson & Johnson, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan signifikan dalam respons antibodi pengikatan pada peserta berusia 18 hingga 55 dan pada individu berusia 65 ke atas yang menerima dosis booster yang lebih rendah.

Ringkasan studi tersebut, seperti dikutip dari situs Al-Jazeera pada Jumat, 27 Agustus 2021, sedang dikirimkan ke server pracetak MedRxiv sebelum tahap peer review.

Menurut Juru Bicara Perusahaan Johnson & Johnson, hasil tersebut akan tersedia dalam beberapa minggu ke depan.

Pada Juli 2021, J&J menerbitkan data di New England Journal of Medicine yang menunjukkan antibodi penetral yang dihasilkan vaksinnya tetap stabil delapan bulan setelah imunisasi dengan dosis tunggal.

“Dengan data baru ini, kami juga melihat bahwa dosis booster vaksin Johnson & Johnson semakin meningkatkan respons antibodi di antara peserta penelitian yang sebelumnya telah menerima vaksin kami,” kata Kepala Penelitian dan Pengembangan di Divisi Farmasi Janssen J&J, Mathai Mammen, dalam sebuah pernyataan.

“Kami berharap dapat berdiskusi dengan pejabat kesehatan masyarakat tentang strategi potensial untuk vaksin Johnson & Johnson kami, meningkat delapan bulan atau lebih setelah vaksinasi dosis tunggal utama," lanjutnya.

 


Kekhawatiran dari Para Peneliti

Beberapa ilmuwan telah mengemukakan kekhawatiran bahwa individu yang mendapatkan suntikan Johnson & Johnson akan membutuhkan booster.

Satu studi tim dari Universitas New York menemukan 'fraksi signifikan' sampel darah dari penerima yang mendapat suntikan J&J memiliki antibodi penetral rendah terhadap varian Delta dan beberapa varian virus Corona lainnya.

J&J mengatakan bahwa perusahaan bekerja sama dengan CDC, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Badan Obat Eropa, Organisasi Kesehatan Dunia, dan otoritas kesehatan lainnya untuk memberikan suntikan booster.


Infografis Kelompok Penerima Vaksin Ketiga Covid-19 Secara Gratis di 2022

Infografis Kelompok Penerima Vaksin Ketiga Covid-19 Secara Gratis di 2022. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya