Liputan6.com, Cirebon - Kondisi Keraton Kasepuhan Cirebon perlahan mulai kondusif usai kericuhan yang terjadi antara kubu Sultan Luqman Zulkaedin dan Rahardjo Djali yang didapuk sebagai Sultan Aloeda II.
Pantauan di lokasi, hari pertama dibukanya tempat wisata Keraton Kasepuhan Cirebon pengunjung satu per satu berdatangan. Petugas pengelola wisata Keraton Kasepuhan terlihat sedang mengerjakan tugas sehari-harinya.
Petugas mengaku senang sektor wisata di Kota Cirebon kembali di buka khususnya Keraton Kasepuhan Cirebon. Menurut dia, sejak penerapan PPKM dan penutupan tempat wisata, jumlah pengunjung menurun drastis.
Baca Juga
Advertisement
"Alhamdulillah kunjungan dibuka lagi dan normal wisatawan boleh berkunjung ke Keraton Kasepuhan lagi," kata salah seorang petugas keamanan Keraton Kasepuhan Cirebon, Ahmad Basari, Jumat (27/8/2021).
Dia menyebutkan, pada hari pertama tempat wisata itu baru dibuka kembali, hanya beberapa pengunjung yang datang. Sejak tadi pagi, tercatat baru tiga pengunjung yang datang.
"Ke Keraton Kasepuhan kebetulan ada kerjaan di Cirebon dan tertarik dengan arsitektur kesultanan di Cirebon. Tadi saya sudah muter dengan pemandu, menarik banget dari peninggalan Hindu, dan kombinasi agama Islam jadi arsitektur yang unik sekali," ujar Sintia, wisatawan dari Jakarta.
Sementara itu, imbas tawuran antar dua kelompok pendukung menuai keprihatinan dari sejumlah kalangan. Salah satunya pemerhati sejarah Cirebon Mustakim Asteja.
Simak video pilihan berikut ini:
Dampak Besar Kisruh Perebutan Takhta
Menurutnya, kisruh di Keraton Kasepuhan jika dibiarkan akan merusak kerukunan antar famili di Kesultanan Kasepuhan Cirebon.
"Dan dapat menimbulkan perbuatan anarkis yang dapat merusak cagar budaya di dalam kompleks Keraton Kasepuhan," ujar Mustakim, Jumat (27/8/2021).
Mustakim mengaku, sebagai masyarakat Cirebon, dia mengimbau kepada pihak-pihak yang sedang bersengketa untuk dapat bermusyawarah dan mufakat.
"Agar bisa menyelesaikan sengketa ini dengan damai, sebagaimana yang dilakukan Syekh Syarif Hidayatulah Sunan Gunung Jati jika terjadi permasalahan," ungkapnya.
Sementara, kepada Pemerintah Daerah Kota Cirebon dan pemerintah pusat agar mengambil inisiatif untuk memediasi pihak-pihak yang bersengketa di Keraton Kasepuhan tersebut.
"Dan pemerintah harus menerbitkan surat keputusan legal formal kepada siapa yang berhak menjadi sultan di Keraton Kasepuhan, sesuai kewenangannya masing-masing sebagaimana pernah di lakukan pada masa Kolonial Hindia Belanda, agar kondusivitas, keamanan dan ketertiban di wilayah Cirebon dapat terkendali," tutur Mustakim.
Ia pun memohon kepada pihak-pihak lain dan masyarakat untuk tidak turut memperkeruh kondisi sengketa di Keraton Kasepuhan ini.
Keraton Kasepuhan sendiri merupakan cagar budaya pusaka leluhur Cirebon yang keberadaannya dilindungi oleh UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan SK Penetapan Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001.
"Kawasan Keraton Kasepuhan sebagai kawasan cagar budaya di Kota Cirebon keberadaan dan kelestariannya dalam perlindungan pemerintah," katanya.
Mustakim mengajak masyarakat Cirebon secara umum untuk mengamalkan petatah petitih Sunan Gunung Jati. "Hormaten, emanen, lan mulyaken maring pusaka dan ingsun titip tajug lan fakir miskin," katanya.
Advertisement