Harga Telur Anjlok, Banyak Peternak Bakal Gulung Tikar

Harga telur dipasaran dikabarkan anjlok hingga mencatatkan kerugian sekitar Rp 4.000-Rp 6.000 di tingkat peternak

oleh Arief Rahman H diperbarui 27 Agu 2021, 20:45 WIB
ilustrasi telur rebus/Image by Steve Buissinne from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Harga telur dipasaran dikabarkan anjlok hingga mencatatkan kerugian sekitar Rp 4.000-Rp 6.000 di tingkat peternak. Menyikapi hal ini, sebagian peternak mengambil sikap dengan rencana melepas peternakannya.

Presiden Peternak Layer Indonesia, Ki Musbar Mesdi mengatakan, hingga saat ini, dalam menyikapi harga yang rendah, dan harga produksi yang tinggi, sebagian peternak telah mengurangi 40 persen populasi ayam ternakannya.

Bahkan, di sisi lain, beberapa peternak sudah mulai menawarkan kandangnya yang berarti akan menutup usahanya tersebut.

“Imbas terbesar saat ini adalah populasi sudah berkurang 40-an persen, dan beberapa farm sudah dalam proses ditawar-tawarkan oleh Peternak yang akan menutup usahanya,” katanya kepada Liputan6.com, Jumat (27/8/2021).

Menyikap hal ini, ia menyatakan telah memberikan masukan kepada pemerintah, namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Salah satu yang jadi perhatiannya adalah terkait harga pakan yang cukup tinggi.

Dengan demikian, biaya produksi bagi peternak juga semakin tinggi sedangkan daya beli masyarakat dan harga telur di pasaran sedang anjlok.

“kami sudah lelah meminta ‘Pemerintah bukakan pintu Impor Jagung’ akan tetapi didiamkan saja, padahal jagung itu memberikan konstribusi 50an persen terhadap HPP Pakan per kg nya,” katanya.

Ia menaksir kedepannya jika permasalahan ini tak kunjung di selesaikan, akan berimbas lebih buruk di kemudian hari.

“Dampaknya ke masa datang masyarakat kita akan krisis pangan dari sisi komoditi telur ayam,” katanya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Berimbas ke Peternak Mandiri

Peternak memberikan makan pada ayam pedaging broiler di kawasan Cipelang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/7). Harga daging ayam naik mencapi angka Rp 50 ribu per kilogram. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Petani Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio senada dengan yang disampaikan Ki Musbar.

Alvino menyebut, turunnya harga pasti akan berimbas ke peternak rakyat mandiri di kelas UMKM.

“Yang masih bisa bertahan ya bertahan, tapin ada juga yang bangkrut dan mau dijual kandangnya, Kami pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya kepada Liputan6.com, Jumat (27/8/2021).

Lebih lanjut, Alvino menuntut pemerintah untuk segera melakukan upaya mengatur agar harga bisa kembali stabil.

“Kami menuntut perpres yang melindungi peternak rakyat mandiri dan perusahaan integrasi dilarang berbudi daya,” katanya.

 


Harga Cabai Anjlok

Permintaan yang banyak untuk cabai di awal ramadan membuat harga cabai mengalami kenaikan, Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Jumat (19/6/2015). Harga Cabai Rawit naik dari harga Rp16 ribu menjadi Rp20 ribu/kg. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Selain itu, harga cabai juga ikut anjlok di pasaran. Pedagang apsar mengeluhkan daya beli yang menurun sementara stok terlalu banyak.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) keluhkan minimnya daya beli masyarakat. Ia menuturkan tiga jenis cabai mengalami penurunan dan bawang putih juga ikut turun.

“Pasokan banyak, tapi jualnya yang susah,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (27/8/2021).

Menurut data yang diberikannya, harga cabai merah besar TW turun dari Rp 22 Ribu perkilogram jadi Rp 18 Ribu. Kemudian, cabai hijau besar turun dari Rp 15 ribu jadi Rp 14 ribu perkilogram.

Kemudian, cabai keriting hijau turun dari Rp 14 ribu jadi Rp 12 ribu, sementara bawang putih yang juga ikut turun dari Rp 27 ribu jadi 26 ribu perkilogram.

Dari data tersebut, selisih terbesar setelah harga turun dialami cabai merah besar TW dengan selisih sekitar Rp 4 ribu.

Keadaan ini memberikan dampak bagi pedagang sebagai sektor hilir. Banyaknya pasokan, dan kurangnya daya beli jadi faktor pendorong kerugian yang dialami pedagang.

Merespon penurunan daya beli masyarakat, Ngandiran menyindir pemerintah untuk menekan tindak korupsi.

Ia menilai, dengan begitu, uang yang digelontorkan pemerintah bisa menyebar ke masyarakat jika tidak ada tindak korupsi.

“Daya beli yang turun, kuncinya ya Pemerintah bagaimana menekan korupsi sehingga uang bisa nyebar ke rakyat kecil,” katanya.

“Koruptor apa belanja ke pasar tradisional?,” tanya Ngandiran.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya