Liputan6.com, Jakarta - Seperti protein, molekul RNA berputar dan melipat menjadi bentuk tiga dimensi rumit yang sangat penting untuk fungsinya.
Memahami struktur ini, menurut para peneliti, dapat membantu mengungkap fungsi biologis RNA, termasuk RNA non-coding. Tak hanya itu, struktur RNA juga dapat membuka jalan untuk menemukan obat baru bagi penyakit yang saat ini belum dapat terobati.
Namun, memecahkan struktur RNA secara eksperimental masih menjadi tantangan, meskipun berbagai upaya selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan. Hingga saat ini, hanya beberapa struktur RNA yang telah diketahui.
Baca Juga
Advertisement
Di samping itu, menggunakan Machine Learning untuk memprediksi struktur RNA juga telah terbukti kurang berhasil, jika dibandingkan dengan memprediksi struktur protein.
Guna mengatasi tantangan ini, Raphael Townshend dari Stanford AI Lab dan koleganya mengembangkan sebuah metode Deep Learning bernama ARES (Atomic Rotationally Equivariant Scorer).
ARES secara signifikan meningkatkan prediksi komputasi struktur RNA jika dibandingkan pendekatan sebelumnya.
Konsisten
Ia merupakan jaringan saraf dalam yang dapat secara konsisten menghasilkan model struktural RNA akurat, meskipun dilatih menggunakan data hanya untuk 18 struktur RNA yang baru-baru ini ditentukan secara eksperimental.
Menurut Townshend dan koleganya, ARES secara signifikan mengungguli pendekatan komputasi lainnya dalam memprediksi struktur RNA.
Advertisement
Menonjol
Mereka mendapati bahwa performa ARES sangat menonjol karena ia belajar membuat prediksinya hanya berdasarkan struktur atom dan tidak memasukkan asumsi sebelumnya tentang fitur struktural spesifik RNA apa yang mungkin penting, seperti pasangan basa, nukleotida, atau ikatan hidrogen.
Selain itu, ARES juga mampu secara akurat memprediksi struktur RNA yang lebih besar dan lebih kompleks daripada yang dilatihnya.