Liputan6.com, Jakarta - Harga telur di pasaran dikabarkan turun, selain dari harga cabai yang juga turun drastis. Menanggapi fenomena ini sejumlah peternak mengeluhkan kondisi tersebut.
Salah satunya Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PRRN), Alvino Antonio yang mengatakan harga telur di lapangan dibawah harga yang dihimpun PINSAR Indonesia per 25 Agustus 2021.
Advertisement
Misalnya, harga di Jabotabek harga telur dipatok berkisar antara Rp 18.000-Rp 18.500 per kilogram. Namun, Alvino menyebut nyatanya di pasaran harganya bisa Rp 500 lebih murah.
“(bahkan) HPP peternak mandiri kisaran di Rp 20.500- Rp 21.000,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, dikutip Minggu (29/8/2021).
Dengan kondisi demikian ia mengatakan bahwa di kalangan peternak terjadi berbagai sikap. Di satu sisi ada yang masih mampu bertahan, sementara yang lainnya merugi dan bangkrut.
Ia mengaku pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa menyikapi penurunan harga telur di pasaran.
“Kondisi hari ini kita mengadu ke pemerintah yang terkait dicuekin, kami mau demo dilarang, disaat dipaksakan menyampaikan aspirasi malah kami ditangkap,” tuturnya.
Lebih jauh ia menyatakan, rendahnya harga yang ada di pasaran tersebut berimbas pada peternak mandiri yang sifatnya usaha kecil atau UMKM.
“Peternak banyak yang bangkrut dan kandang-kandangnya mau dijual,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Nilai Kerugian
Sementara itu, secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi mengatakan harga acuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan sudah tak tepat untuk menyikapi keadaan saat ini.
Ia menilai, sejak harga pakan, yakni jagung berada di Rp 6000 per kilogram, maka harga pokok atau harga di peternak sudah menyetuh sekitar Rp 21 ribu per kilogram telur.
Bahkan, saat ini, harga di peternakan sudah berapa di Rp 15.000- Rp 17.000 per kilogram.
“Jadi kerugian peternak dikisaran Rp 4.000 – Rp 6.000/kg telur ditingkat farm,” katanya kepada Liputan6.com, Jumat (27/8/2021).
Ki Musbar menambahkan cara peternak untuk menyiasati keadaan ini. Diantaranya dengan mengurangi jumlah ayam dengan harapan jumlah pakan yang diberiikan juga berkurang.
“Karena jumlah pakan yang diberikan dengan harga pakan saat ini sedang tinggi akan menyebabkan tingkat kerugian bertambah besar,” katanya.
Hal itu dilakukan untuk mengurangi risiko yang harus ditanggung oleh para peternak. Apalagi, bagi peternak yang sifatnya adalah sewa lahan ternak atau meminjam modal.
“Karena biaya pakan dengan jumlah populasi besar ibarat argometer taksi ya, membuat menumpuk hutang yang beresiko penyitaan farm,” tuturnya.
Advertisement