Upaya Membumikan Sorghum Sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat Selain Nasi

Masih butuh waktu agar sorghum dianggap sebagai salah satu bahan pokok sehari-hari oleh warga Indonesia.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 29 Agu 2021, 08:16 WIB
Sorghum. (dok. Vijaya Narasimha/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Mayoritas masyarakat Indonesia masih terkonsentrasi pada nasi sebagai sumber karbohidrat sehari-hari. Padahal, dengan kekayaan biodiversitas yang dimiliki, masyarakat memiliki lebih banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Salah satunya dengan sorghum

Biji-bijian itu pernah mendominasi pertanian masyarakat di Nusa Tenggara Timur. Namun, popularitasnya menurun seiring waktu lantaran mobilisasi beras atau nasi oleh pemerintah. Padahal, kandungan nutrisi sorghum tak kalah dari beras. 

"Setelah ngobrol banyak dengan banyak orang, ternyata (sorghum) ini udah ada proteinnya. Jadi, cocok banget untuk yang jalani diet plant-based. Jarang sekali biji-bijian yang mengandung protein soalnya," ujar Ade Putri, kreator konten yang fokus pada kuliner, dalam jumpa pers virtual Gush for Good "Eco Lifestyle Influencers Project", Rabu, 25 Agustus 2021.

Sorghum pun berserat tinggi sehingga konsumennya akan merasa kenyang lebih lama. Bentuknya seperti bulir. Teksturnya tidak jauh dari nasi, bahkan lebih harum. "Kalau aku bilang rasanya ini nutty, jadi bisa ditaruh di salad," sambung Ade.

Belakangan, biji-bjian itu mulai kembali populer di kalangan masyarakat urban Indonesia, khususnya di Jakarta. Namun, ia menyayangkan ketenarannya datang lewat produk impor. "Itu kenalnya sebagai produk impor. Orang-orang mudah tergoda, 'wah impor'. Dijualnya di health concept store pula," kata dia.

Karena itu, kebanyakan orang menganggap sorghum hanya cocok diolah untuk masakan ala Barat. Padahal, ia membuktikan bahwa sorghum bisa diolah menjadi beragam kuliner Indonesia, seperti nasi goreng hingga bakwan.

"Aku tahu di luar kopi dan sorghum dari NTT, mereka ada produk turunannya. Ada kecap, pemanis dari sorghum. Ini gula, tapi rasanya antara madu sama karamel," ujar dia seraya menekankan ia juga berusaha memvariasikan bahan makanan agar tidak itu-itu saja dan membeli produk lokal.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Jembatani Kesenjangan

Ladang sorghum. (dok. Bishnu Sarangi/Pixabay)

Sementara itu, Rika Anggraini, Direktur Komunikasi Yayasan Kehati, menerangkan bahwa upaya mempopulerkan sorghum bertujuan agar masyarakat Indonesia mengenal dan memiliki pilihan bahan pokok lebih banyak dari saat ini. "Sumber belum maksimal digarap, hanya beras dan tepung. Padahal, potensinya banyak," kata dia.

Selain menggandeng influencer untuk mempromosikan kebaikan sorghum, Kehati juga menggelar Lomba Kreasi Olahan Sorgum dan Kopi. Lomba berlangsung pada 23 Agustus 2021--5 September 2021. Informasi lengkap terkait lomba ini dapat dilihat di Instagram Ade Putri @misshotrodqueen dan Instagram KEHATI@yayasanKEHATI.

Di sisi lain, peningkatan minat pada sorghum turun memberdayakan petani di NTT yang mulai meninggalkannya. Kehati, sambung dia, mulai mendorong ibu-ibu petani di sana untuk menanam kembali tumbuhan itu sejak lima tahun terakhir. Selain di NTT, sorghum juga banyak dikembangkan di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

"Sekarang mereka bisa jual ke luar kampung mereka," sambung dia.

Komoditas itu mulai dipasarkan secara luas via market place. Namun, agar bisa dijangkau lebih banyak warga di pasar tradisional, hal itu, ujar Rika, membutuhkan waktu lebih lama dan kebijakan pemerintah.

"Kami juga banyak dorong pemerintah. Di luar program seperti ini, kami juga buat usulan perubahan kebijakan yang enggak hanya sorghum, tapi sumber lain bisa didorong lebih kuat. Supaya enggak hanya bertumpu pada beras, jagung, dan kedelai," dia menjelaskan.

 

 


Pemberdayaan Komunitas

Para nasumber jumpa pers virtual Gush for Good "Eco Lifestyle Influencers Project", Rabu, 25 Agustus 2021. (dok. Gush Cloud)

Sorghum, sebagaimana komoditas pertanian lainnya, didorong agar lebih lestari, yakni diproduksi besih, secara organik, dan berbagi adil. Poin terakhir dimaksudkan agar saat permintaan sorghum meningkat signifikan, hasil penjualannya tidak hanya memperkaya satu dua pengusaha.

"Tapi ada komunitas yang guyub. Pendapatan adil dan menguntungkan petani," kata Rika.

Prinsip yang sama juga diterapkan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang menaungi sejumlah UMKM dari sembilan kabupaten. UMKM tersebut dikurasi dengan hanya mereka yang memproduksi produknya secara lestari dan berizin resmi yang bisa bergabung.

"Narasi ekonomi lestari tidak ada target, narasi ini akan jalan terus-menerus dan rangkul semua orang. Mungkin seluruh orang Indonesia bisa nangkap narasi ini," kata Mentari Diniartiwi, perwakilan LTKL. 

Salah satu produk andalannya adalah madu milanka yang dihasilkan dari hutan Kalimantan. Menurut Elly Husin, sport enthusiast sekaligus kreator konten, madu dari hutan liar itu tak kalah dengan madu impor berharga jutaan rupiah untuk satu botol berukuran sama.

"Ini mengandung beepollen yang tinggi. Daripada saya minum beepollen luar dan harganya mahal, saya selalu minum madu milanka ini dan rasanya juga enak," ujarnya berpromosi.


5 Negara Pemasok Beras Terbesar ke RI

INFOGRAFIS: 5 Negara Pemasok Beras Terbesar ke Indonesia (Liputan6.com / Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya