Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan private equity grup Northstar belum tertarik investasi di aset kripto meski melihat pertumbuhan kripto dan teknologi di belakangnya.
"Mengenai kripto, saya pribadi tidak punya intrinsik. Aset kelas tentu memang growth. Di Northstar, kita ada beberapa kali tertarik investasi di kripto, teknologi, infrastrasuktur (di belakangnya-red). Sampai sekarang belum lakukan investasi di sektor itu," ujar Co-founder dan Managing Partner and Member of the Investment Committee Northstar Patrick Walujo saat webinar yang digelar Indonesia Investment Education, Sabtu (28/8/2021).
Advertisement
Terkait investasi, Patrick menuturkan, pihaknya investasi di Indonesia dengan fokus ke area jasa keuangan, consumer dan digital.Saat ini pun berhenti untuk melirik investasi di komoditas. "Fokus di financial service, consumer, dan digital," kata dia.
Ia pun optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia jika nanti pandemi COVID-19. Ini juga ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07 persen pada kuartal II 2021.
"Banyak investasi dikerjakan beberapa tahun ini, ekspor kuat. Optimisme masalah COVID-19 terkendali dan PPKM dilonggarkan, ekonomi Indonesia bakal booming," ujar dia.
Ia menambahkan, investasi dan konsumsi akan menjadi dua faktor pendorong ekonomi ke depan. Ia menilai, investasi di Indonesia masih sangat menarik. Akan tetapi, saat ini Indonesia masih hadapi tantangan di sektor manufaktur. Patrick menilai, perlu perbaikan daya saing industri manufaktur terutama elektronik terhadap VIetnam.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sebaran Adopsi Kripto Meningkat
Sebelumnya, adopsi global cryptocurrency atau uang kripto meningkat hingga 881 persen dibandingkan tahun lalu. Dari data yang dirilis Chainalysis, diketahui Vietnam, India dan Pakistan merupakan tiga negara teratas.
Seperti dilansir CNBC, Jumat (20/8/2021), ini merupakan tahun kedua perusahaan data blockchain merilis Indeks Adopsi Kripto Global, dan memberikan peringkat kepada 154 negara berdasarkan metrik.Peringkat diberikan menurut volume perdagangan bursa peer-to-peer yang biasanya menguntungkan negara-negara maju dengan tingkat perdagangan yang tinggi.
Chainalysis mengatakan, tujuan indeks ini dibuat ialah menangkap adopsi kripto oleh orang biasa dan fokus pada kasus penggunaan yang terkait dengan transaksi dan tabungan individu.
Metrik ditimbang untuk memasukkan kekayaan rata-rata seseorang dan nilai uang secara umum di negara-negara tertentu. Sebagian besar dari 20 negara teratas adalah negara berkembang, termasuk Togo, Kolombia, dan Afghanistan.
Sementara itu, Amerika Serikat tergelincir dari tempat keenam ke kedelapan, dan China turun dari keempat menjadi peringkat 13.
Chainalysis menganggap meningkatnya tingkat adopsi di pasar negara berkembang karena beberapa faktor utama. Pertama, negara-negara antara lain Kenya, Nigeria, Vietnam, dan Venezuela memiliki volume transaksi yang besar pada platform peer-to-peer, atau P2P, jika disesuaikan dengan paritas daya beli per kapita dan populasi pengguna internet.Chainalysis juga melaporkan banyak penduduk menggunakan bursa cryptocurrency atau uang kripto P2P sebagai jalan utama. Mereka seringkali tidak memiliki akses ke pertukaran terpusat.
Laporan itu juga mengatakan, banyak penduduk negara-negara ini beralih ke cryptocurrency untuk melestarikan tabungan mereka dalam menghadapi devaluasi mata uang, serta untuk mengirim dan menerima pengiriman uang untuk melakukan transaksi bisnis.
Analis data peer-to-peer, Matt Ahlborg mengatakan, Vietnam adalah salah satu pasar teratas untuk Bitrefill, sebuah perusahaan yang membantu pelanggan hidup dengan cryptocurrency dengan membeli kartu hadiah menggunakan bitcoin.
“Vietnam menonjol bagi saya karena mendominasi indeks. Kami mendengar dari para ahli bahwa orang-orang di Vietnam memiliki sejarah perjudian, dan orang-orang muda yang paham teknologi tidak banyak berhubungan dengan dana mereka dalam hal berinvestasi dalam ETF tradisional, yang keduanya mendorong adopsi kripto," kata direktur penelitian Chainalysis, Kim Grauer.
Advertisement