Liputan6.com, Jakarta - Sarrah Mita, seorang Nutrition & Plant-based Coach di Jakarta didiagnosis depresi dan beberapa isu kesehatan oleh psikiaternya pada awal 2019 lalu. Dia pun mengikuti saran sang psikiater dan kondisinya membaik.
Saat itu dia tidak hanya melakukan proses penyembuhan pada fisiknya saja tapi juga batin dan emosi. “Semuanya terkoneksi satu dengan lainnya,” kisahnya pada Health Liputan6.com di hari Jumat, 27 Agustus 2021.
Advertisement
Setelah dinyatakan pulih dari depresi, Sarrah melanjutkan keinginan berbagi pengalaman proses healing dan pengetahuan nutrisi di media sosialnya. Tanggapan baik dari para follower memotivasi dirinya untuk belajar agar bisa mendapat sertifikasi menjadi seorang Nutrition dan Plant-based Coach.
“Belajar tentang nutrisi, membuka wawasan saya tentang berbagai gaya hidup (lifestyle) yang dilakukan oleh masyarakat berikut manfaatnya.”
Menurutnya, pemahaman mendasar sebelum menjalani suatu gaya hidup baru itu penting. Agar tidak salah kaprah dan searah dengan tujuan yang ingin dicapai.Sarrah pun menjabarkan perbedaan gaya hidup plant-based, vegan dan vegetarian yang menurutnya kadang masih disalahartikan.
Plant-based adalah pola makan yang mayoritas mengonsumsi sumber nabati dan sedikit sumber hewani. Ada juga whole food plant-based diet (diet berbasis makanan nabati secara utuh) untuk pola makan yang lebih sehat karena menekankan pada segala sesuatu yang utuh.
"Tidak mengonsumsi makanan yang terlalu banyak diproses, menghindari gula dan karbohidrat rafinasi, sehingga lebih banyak nutrisi yang bisa diserap tubuh," jelasnya.
Gaya hidup vegan alias tidak makan sumber hewani sama sekali dengan alasan etis seperti agama, kekejaman pada hewan, penyelamat lingkungan, perubahan iklim dan lain-lain. Sementara vegetarian juga tidak mengonsumsi hewan, namun masih mengonsumsi bentuk turunannya seperti telur, susu, keju, dan lain-lain.
Tips Plant Based
Sebagai seorang Plant Based Coach, Sarrah juga menjelaskan banyaknya manfaat dari gaya hidup plant-based diet. Dia menyebutkan, 80 persen sumber imunitas ada di usus. Di sana ada triliunan mikroba yang membantu kita untuk memproses dan menyerap nutrisi.
Makanya, kita harus lebih memperhatikan kesehatan usus. Mikroba yang ada di usus kita hidup dari makanan-makanan berserat yang tentu saja hanya didapatkan dari sumber nabati seperti sayur, buah, umbi-umbian, biji-bijian, serta kacang-kacangan.
Plant-based diet akan lebih maksimal jika kita memilih diet yang berbasis tanaman utuh (whole food plant-based). Manfaatnya adalah menurunkan kolesterol, mencegah diabetes tipe 2, mencegah penyakit jantung, meminimalisir risiko stroke dan kanker, memperkuat kesehatan otak, menstabilkan tekanan darah, menurunkan berat badan, dan meningkatkan kesehatan usus.
Sedangkan manfaat yang didapat dari vegan dan vegetarian sangat tergantung dari pilihan makanan yang dikonsumsi. Misalnya pada vegan, kata Sarrah, jika memilih makanan yang terlalu banyak diproses dan cepat saji tentu bukanlah pilihan bijak untuk kesehatan.
Begitu pula dengan vegetarian, jika terlalu banyak mengonsumsi susu (dairy) dan telur dapat meningkatkan kadar kolestrol dan masalah pencernaan. “Kesadaran diri jadi modal awal untuk memulai sebuah gaya hidup baru,” ucap Sarrah.
Ketika kita sudah punya kesadaran diri, memiliki alasan kuat, dan memahami kondisi tubuh, itu akan mendorong kita mengeksplor lebih banyak tentang pengetahuan nutrisi. Termasuk tentang keragaman nabati karena kita cenderung mengonsumsi sumber nabati yang monoton.
Bisa dimulai untuk mencoba 30 plants a week, yaitu mengkonsumsi 30 jenis sumber nabati baik dari sayur, buah, biji-bijian, umbi-umbian dan rempah. Untuk itulah diperlukan kesabaran dalam memahami nutrisi, cara mengolah makanan agar tidak bosan dalam menjalani diet plant-based.
Sarrah juga menyebutkan beberapa kendala yang mungkin dijumpai selama menjalani gaya hidup plant-based. Ragam hambatan tergantung pada niat awal saat memulainya.
“Kalau tujuannya untuk sehat, tentu harus memahami zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti zat gizi makro dan zat gizi mikro,” tegasnya.
Zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam pola makan plant based ketiga komponen ini bisa didapat dari sumber nabati, yaitu karbohidrat dari umbi-umbian, nasi coklat, quinoa, barley. Lemak sehat dari alpukat, kacang-kacangan (almond, walnut, pecans), minyak zaitun. Protein dari kacang merah, kacang hijau, lentil, chia seeds, pumpkin seeds, sunflower seeds, chickpeas, edamame, dan lain-lain.
Zat gizi mikro adalah vitamin, mineral, dan antioksidan. Dalam pola makan plant-based, ketiga komponen ini bisa didapat dari sumber nabati, yaitu Vitamin dari sayur, buah-buahan, dan umbi-umbian. Mineral dari sayur hijau, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Antioxidant dari rempah-rempah.
“Kalian tahu nggak apa sebenarnya arti kalimat, You are what you eat?” celetuk Sarrah seraya menguji.
Advertisement
You are what you eat
You are what you eat adalah sebuah perspektif atau cara pandang kita terhadap gaya hidup dan pengaruhnya dalam hidup kita.
Mind, body and soul merupakan syarat gaya hidup sehat seutuhnya. Manusia diciptakan tidak hanya fisik, namun ada jiwa dan pikiran. Ketiganya saling terhubung satu sama lain.
Riset membuktikan komunikasi antara usus dan otak (Gut-brain connection). Saraf vagus menghubungkan antara usus dan otak. Kondisi stres sangat mempengaruhi sistem pencernaan kita, nutrisi tidak terserap dengan baik, menimbulkan penyakit jika berkepanjangan.
Begitu pula sebaliknya, jika kita mengonsumsi makanan yang mencetus inflamasi (highly processed foods, refined sugar, makanan cepat saji, gluten, dairy) menyebabkan mood imbalance atau yang lebih parah adalah beberapa kondisi neuropsikiatri. Perspektif inilah yang dimaksud dengan "You are what you eat".
Pemahaman akan perspektif tersebut membuat kita tahu cara menjaga tubuh dan pikiran di kondisi pandemi saat ini. Seperti mengelola stres dengan meditasi, jurnaling, breathwork, termasuk usaha untuk mengonsumsi makanan yang mendukung fisik dan mental kita.
“Setelah menjalani gaya hidup plant-based, aku nggak pernah lagi minum obat mag. Penyakitku hilang semua, termasuk asma juga nggak pernah kambuh lagi,” katanya penuh kesyukuran.