Awas, PNS Sembarangan Klik di Medsos Bisa Dicurigai Pro Radikalisme

Penggunaan media sosial oleh PNS akan dipantau.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 30 Agu 2021, 09:30 WIB
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo, mewaspadai ancaman paham radikalisme yang kini sudah masuk di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS. Oleh karenanya, pemerintah akan terus memantau gerak-gerik PNS termasuk via media sosial (medsos).

Landasan hukumnya sudah tertera dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 137/2018 tentang Penyebarluasan Informasi Melalui Media Sosial bagi ASN.

Tjahjo menyatakan, pemerintah setidaknya akan memiliki akses jejak digital terhadap para pejabat eselon I dan II, bahkan sampai ke pejabat fungsional di lingkungan ASN. Intinya, penggunaan media sosial oleh PNS akan dipantau.

"Jika seseorang PNS itu dalam aktivitasnya di media sosial mengklik tautan atau cuitan yang berisi konten radikalisme terorisme, ini tentunya akan di data. Akan didalami, apakah yang bersangkutan itu, pendukung atau punya kecenderungan mendukung paham radikalisme," tegas Tjahjo seperti dikutip dari buku Mengawal Visi Misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin, Senin (30/8/2021).

"Ada tidak dia klik radikalisme terorisme menggunakan medsosnya? Bagaimana lingkungan keluarganya? Bagaimana aktivitas politiknya? Kenapa pencegahan masuknya virus radikalisme dan terorisme itu perlu, karena ASN itu adalah aparatur perekat bangsa," terangnya.

Menurut dia, PNS sebagai perekat bangsa hendaknya bijak dalam menggunakan saluran penyebaran informasi seperti media sosial.

"Mestinya juga, media sosial itu digunakan ASN sebagai sarana komunikasi untuk penyebarluasan informasi yang membangun. Bukan justru memecah belah. Apalagi anti terhadap Pancasila, NKRI dan UUD 1945," ungkapnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Terbitkan SKB

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara atau PNS

Pencegahan radikalisme dan terorisme di kalangan PNS, Tjahjo menambahkan, harus melibatkan kementerian dan lembaga lain yang terkait dengan penanganan radikalisme.

Dalam SE 137/2018 juga, ada sanksi bagi PNS yang terbukti menggunakan media sosial untuk mendukung paham radikalisme dan terorisme. Tjahjo menjabarkan, pemerintah akan tegas menerapkan sanksi disiplin jika ada PNS yang menggunakan media sosial untuk menumbuhkan rasa kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan pemerintah.

"Sanksinya, ASN bersangkutan bisa berupa penurunan pangkat. Aparatur yang mendukung radikalisme juga tidak akan dipilih untuk menduduki posisi jabatan eselon II dan I," jelas Tjahjo.

Tidak hanya surat edaran, pemerintah juga telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan.

Hingga Juli 2021, dari 23 ASN yang sudah dilakukan profiling oleh Kementerian Kominfo, BIN, dan BNPT serta hasil diskusi 11 K/L Tim Satgas Penanganan Radikalisme ASN, sebanyak 17 orang PNS terbukti punya kecenderungan radikalisme, 5 tidak terbukti, dan 1 meninggal dunia.

Kemudian dari 17 PNS yang terbukti telah diberikan rekomendasi hukuman disiplin berat, sedang, dan ringan.

"Berkaitan dengan pencegahan radikalisme dan terorisme di kalangan ASN, masyarakat bisa melaporkan jika memang punya bukti ada ASN yang terpapar paham radikalisme dan terorisme.Masyarakat dapat melaporkan melalui portal aduanasn.id," imbuh Tjahjo.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya