Mengulik Nilai Potensi Investasi Industri Teknologi Indonesia

Pasar yang terbuka luas dan jumlah pengguna internet yang meningkat menjadi faktor pendukung berkembangnya fenomena perusahaan rintisan atau startup di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Agu 2021, 14:30 WIB
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar yang terbuka luas dan jumlah pengguna internet yang terus mengalami peningkatan, menjadi faktor pendukung berkembangnya fenomena perusahaan rintisan atau startup di Indonesia, khususnya sektor teknologi. Terlebih lagi, dampak dari pandemi Covid-19 yang memengaruhi perilaku masyarakat membuat pemanfaatan teknologi digital jadi maksimal.

Seperti diketahui baru-baru ini terdapat beberapa perusahaan rintisan di sektor teknologi yang melantai di bursa dengan melakukan Initial Public Offering (IPO).

Hal ini menjadi topik diskusi menarik dalam agenda Capital Market Fair bertajuk “The Momentum of Capital Markets Towards Society 5.0 Era” yang diselenggarakan Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro secara virtual pada Minggu, 29 Agustus 2021, kemarin.

Hadir sebagai salah satu panelis diskusi, Direktur Ultra Voucher Riky Boy Permata menceritakan awal mula bisnis Ultra Voucher yakni melakukan penjualan voucher konvensional dengan bentuk fisik.

Hingga pada 2017, perusahaan teknologi yang baru saja melaksanakan IPO ini, melihat momentum beralih ke produk digital untuk memberikan kemudahan bagi konsumen dengan menciptakan platform online bernama Ultra Voucher.

“Kami melihat ada kesempatan, ada problem yang bisa kita jawab dengan adanya teknologi. Bahkan, selama pandemi, user dan active user Ultra Voucher justru mengalami peningkatan. Harapannya ke depan lewat IPO perusahaan bisa terus melakukan pengembangan bisnis, meningkatkan lagi profit yang dihasilkan, sehingga bisa memberikan value dan benefit lebih kepada investor,” ujar Riky.

Riky menjelaskan, perusahaan telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk pengembangan bisnis pasca IPO, seperti menambah partnership dengan berbagai macam online platform dan digital bank, memperluas jaringan sampai ke ASEAN, dan juga melakukan transformasi layanan untuk menjadi the leading platform in rewards and everyday services, dengan tetap memperkuat produk utama perusahaan, yaitu voucher.

“Untuk itu, terima kasih kepada pemerintah yang semakin memudahkan para pelaku industri teknologi digital melaksanakan IPO sehingga bisnis kami juga bisa mendapatkan growth, serta memberikan manfaat bagi masyarakat lewat produk dan jasa yang ditawarkan sekaligus memberikan manfaat untuk melakukan investasi,” lanjut Riky.

Industri teknologi dinilainya menjadi sektor yang paling potensial di pasar modal, dan juga memiliki potensi pertumbuhanan yang sangat signifikan. Namun, Riky pun berpesan agar masyarakat yang ingin berinvestasi tetap memahami fundamental bisnis perusahaan.

“Cara perusahaan menjalankan bisnis, menghasilkan keuntungan, siapa target pasarnya, dan konsistensi terhadap pangsa pasar tersebut. Kita lihat juga kenaikan pengguna tiap tahunnya, jumlah transaksi, dan total revenue serta profitnya. Itu bisa jadi opsi investasi. Kami bersyukur Ultra Voucher dari tahun ke tahun selalu maintain growth tersebut,” tambah Riky.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Model Bisnis Perusahaan

Ilustrasi investasi | unsplash.com/@precondo

Turut menjadi panelis dalam kesempatan yang sama, Head of Strategic Investment Telkomsel Nazier Ariffin sepakat penting untuk mempelajari model bisnis perusahaan yang ingin diinvestasikan. Para calon investor dapat melirik startup teknologi yang serupa di pasar global sebagai perbandingan.

“Perhatikan kinerja, ekspansinya seperti apa, pengeluaran dan revenue, kapitalisasi pasarnya, temasuk top line saat di bursa dan lain sebagainya,” jelas Nazier.

Dari sisi value, investasi di perusahaan teknologi memang sangat menarik karena pertumbuhannya lebih cepat dalam beberapa tahun ke depan. Nazier sendiri memperkirakan, tren selama 10 tahun ke depan akan ada 100 sampai dengan 150 perusahaan teknologi yang kemungkinan akan masuk di bursa saham. Oleh karena itu, investor didorong harus memiliki pengetahuan yang luas sebelum berinvestasi.

“Kami sendiri selama kurang lebih 2 tahun ini telah melakukan investasi ke berbagai perusahaan teknologi yang ada di Indonesia, dan menjadi pipeline bagi para startup tersebut agar mendapatkan akses ke konsumen,” ujar Nazier.

Meski dalam kondisi pandemi Covid-19, Telkomsel tidak menghentikan investasinya kepada perusahaan-perusahaan teknologi. Begitupun menurutnya yang terjadi secara makro, di mana Indonesia pada tahun lalu berhasil mencatatkan surplus hingga 3 miliar dolar AS, yang artinya pandemi Covid-19 tidak menurukan nilai investasi dan proses investasi, serta jumlah perusahaan teknologi yang cenderung bertumbuh, bahkan semakin banyak bermunculan unicorn baru.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya