3 Fakta Terkini Kasus Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dinyatakan melanggar etik dan diberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 30 Agu 2021, 15:05 WIB
Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar menyampaikan rilis penahanan Inspektur Wilayah I Kementerian ATR/ BPN, Gusmin Tuarita dan Siswidodo selaku Kabid Hubungan Hukum Pertanahan BPN Jawa Timur di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/3/2021). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar tersandung kasus dugaan pelanggaran etik.

Dewan Pengawas (Dewas) KPK pun telah menggelar sidang putusan atas dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar, hari ini, Senin (30/8/2021). Hasilnya, Lili dinyatakan melanggar etik dan diberi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan demikian diputuskan dalam permusyawaratan majelis," ujar Tumpak saat membaca putusan yang disiarkan secara virtual, Senin (30/8/2021).

Menurut Tumpak, Lili terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadinya.

Berikut 3 fakta terbaru dari kasus pelanggaran etik pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar, dihimpun Liputan6.com:


1. Sanksi Berat Potong Gaji 40 Persen

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menyampaikan keterangan terkait penahanan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2014-2019 Ade Barkah Surahman dan Siti Aisyah Tuti Handayani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/4/2021). KPK menahan keduanya untuk pemeriksaan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan bahwa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar telah melanggar kode etik pimpinan KPK.

Lili diberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan demikian diputuskan dalam permusyawaratan majelis," ujar Tumpak saat membaca putusan yang disiarkan secara virtual, Senin (30/8/2021).

 


2. Penyalahgunaan Pengaruh Pimpinan KPK

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar saat rilis penahanan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/6/2021). Selain menahan Tommy Adrian, dalam kasus yang sama KPK juga telah menahan Yoory C Pinontoan dan Anja Runtuwene. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Tumpak, Lili terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadinya.

Selain itu, Lili dinyatakan bersalah karena berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a. Kemudian, Peraturan Dewas Nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Adapun Lili sebelumnya dilaporkan ke Dewas karena diduga berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan kasus dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara.

 


3. Hal Meringankan dan Memberatkan

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar memberikan keterangan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/06/2020). KPK kembali menahan tiga mantan anggota DPRD Jambi tersangka kasus dugaan suap pengesahan APBD 2017-2018, yakni Cekman, Parlagutan Nasution, dan Tadjudin Hasan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan ada beberapa hal yang meringankan hukuman Lili. Salah satunya, Lili belum pernah dijatuhi sanksi etik.

"Hal-hal yang meringankan terperiksa mengakui perbuatannya dan terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik," ujar Albertina.

Sementara itu, hal-hal yang memberatkan hukuman Lili yaitu, tidak memberikan contoh yang baik sebagai Pimpinan KPK. Dewas juga melihat bahwa Lili tak menunjukkan penyesalan usai melanggar kode etik.

"Hal-hal yang memberatkan terperiksa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya, terperiksa selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksanaan IS KPK (Integritas, Sinergi, Keadilan, Profeisonalisme, dan Kepemimpinan). Namun terperiksa melakukan sebaliknya," terang Albertina.

 

(Cindy Violeta Layan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya