Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan ganja medis dinilai cukup aman apabila untuk mengobati suatu jenis penyakit tertentu. Hal tersebut disampaikan ahli obat-obatan dari Imperial College London di Inggris, David Nutt.
"Ganja medis tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga aman," ujar Nutt sebagaimana disampaikan ulang oleh penerjemah Miki Salman dalam sidang uji materi UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (30/8/2021) dilansir Antara.
Advertisement
Menurut dia, ada cukup banyak negara yang sudah memanfaatkan ganja medis untuk kebutuhan pelayanan kesehatan dan diatur dalam regulasinya.
Negara-negara itu seperti Jerman, Italia, Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Israel, dan Australia.
"Ganja medis memiliki sifat unik dan dokter spesialis di Inggris juga diizinkan untuk memberikan resep tersebut," kata Nutt.
Dijelaskan Nutt, zat tetrahidrokanabinol (THC) maupun kanabidiol (CBD) yang terkandung dalam ganja medis bermanfaat dalam penanganan pasien anak yang menderita epilepsi hingga neuropati.
Data Pasien
Nutt lantas memaparkan data statistik dan penelitian dari penanganan pasien penyakit epilepsi hingga neuropati.
Hasilnya menunjukkan bahwa perawatan ganja medis memberikan efek yang lebih baik dibandingkan penggunaan obat-obatan konvensional lainnya.
"Saya berusaha menunjukkan bahwa di Inggris ada bukti sangat kuat terkait efektivitas ganja medis dan ada banyak sekali bukti yang membuat zat ini dikategorisasi ulang karena memiliki sifat-sifat khasiat medis yang unik," papar Nutt.
Ia hadir sebagai ahli yang dihadirkan pemohon bersama dengan dua ahli lainnya dalam sidang tersebut, yakni Dekan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta Asmin Fransiska serta guru besar kimia bahan alam Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh Musri Usman.
Pemohon uji materi penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a dan pasal 8 ayat (1) UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 adalah Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Dalam sidang sebelumnya pada 20 April 2021, pemohon menyampaikan narasi ilmiah sehubungan dengan perbandingan dari negara-negara lainnya di dunia yang menggunakan terapi ganja sebagai bagian dari pengobatan untuk penderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Menurut pemohon, ketentuan penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika tersebut telah mengakibatkan hilangnya hak para pemohon untuk mendapatkan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa hasil penelitian tentang manfaat kesehatan dari narkotika golongan I.
Sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada Selasa 14 September 2021 mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan dari tiga orang ahli pemohon berikutnya.
Advertisement