Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas bukan solusi untuk menangkal learning loss pada anak-anak.
"Kalau alasannya learning loss, PTM terbatas itu bukan solusi, kenapa? PTM terbatas ini gak seperti tahun 2019, ini masih setengah-setengah. Artinya setengah masuk sekolah, setengah lagi tetap harus daringkan," ujar Indra saat dihubungi, Selasa (31/8/2021).
Advertisement
PTM terbatas yang juga menerapkan metode pembelajaran campuran atau hybrid itu, menurut Indra justru mempersulit guru serta siswa. Saat satu model saja, yakni hanya pembelajaran daring banyak yang mengeluh apalagi dua model.
"Yang ada itu bukannya menjadi solusi itu menimbulkan masalah baru," katanya.
PTM terbatas menurut Indra akan menimbulkan masalah baru dari berbagi aspek. Misalnya, berpotensi menimbulkan klaster Covid-19 di sekolah. Hal ini didasari karena kondisi Covid-19 yang dirasa masih belum aman untuk melangsungkan pembelajaran di sekolah.
"Indonesia inikan sudah menjadi episentrum Covid-19 di dunia dan untuk kematian anak ini masih tertinggi di dunia," jelasnya.
Indra mengingatkan bahwa tugas utama pemerintah adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Indra memandang pembukaan sekolah mempunya potensi untuk meningkatkan kasus Covid-19.
"Sekarang bayangkan kalau di sekolah ini ada yang terpapar, terjadi klaster kemudian ada yang meninggal dunia, siapa yang akan bertanggung jawab? Sudah ada 11 ribu anak Indonesia yang yatim piatu karena Covid-19," katanya.
PTM di Jakarta
Pemerintah DKI Jakarta mulai menggelar PTM terbatas di semua jenjang sekolah pada Senin, 30 Agustus 2021. Tercatat lebih dari 600 sekolah melangsungkan pembelajaran tatap muka di tengah pendemi Covid-19.
Salah satu sekolah yang melangsungkan PTM terbatas di Jakarta adalah SDN 05 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Koordinator Satgas Covid-19 SDN 05 Bukit Duri, Soeharti mengaku, hari pertama pelaksanaan PTM terbatas pihaknya hanya memberangkatkan dua kelas saja, yakni kelas 1 dan 4.
Setiap kelas diisi dengan 15 sampai 16 siswa. Hal itu dilakukan demi menaati protokol kesehatan di dalam kelas.
Bukan hanya itu, pembelajaran juga dilakukan dalam dua sesi secara bergantian. Sesi pertama dimulai pada 07:30-08:45 WIB dan sesi kedua pada 09:30-10:45 WIB. Ada jeda digunakan untuk penyemprotan desinfektan pada ruang kelas.
"Hari Selasa itu kita desinfektan satu sekolah disemprot. Kemudian Rabu ada kelas 2 dan 5, hari Kamisnya kita PJJ dan disemprot lagi. Hari Jumat kelas 3 dan 6," ujar guru yang akrab disapa Ibu Ati itu saat ditemui di lokasi, Senin (30/8/2021).
Anak-anak pun wajib mengenakan masker. Kemudian saat hendak masuk sekolah mereka diwajibkan untuk cek suhu tubuh serta mencuci tangan di tempat cuci tangan yang telah disediakan.
Mereka pun tak bisa langsung masuk kelas. Para siswa diminta untuk mengantre demi menjaga jarak aman untuk masuk ke dalam kelas.
"Gak boleh anak langsung lari, tetap atur mekanisme. Ada juga guru-guru yang mengarahkan," katanya.
Pada hari pertama masuk sekolah, kata Ibu Ati mereka tak langsung dibebani dengan pelajaran. Namun hanya pengenalan akan aturan prokes di sekolah. Hal ini supaya terbentuk adaptasi bagi anak-anak dengan kondisi pembelajaran yang baru.
"Kita mengarahkan hari pertama itu hanya edukasi pembiasaan baru. Belum belajar, kita fun-fun aja. Cerita-cerita pengalamannya, saling kenal," kata Ati.
Advertisement