Pengamat: Masalah Bumiputera Ada di Pengurus, Pemilik Polis Tak Bisa Salahkan Regulator

Permasalahan Bumiputera ini pertama kali muncul di 1997. Regulator saat itu yaitu Kementerian Keuangan sudah berusaha memfasilitasi penyelesaian permasalahan.

oleh Andina Librianty diperbarui 31 Agu 2021, 14:36 WIB
Nasabah Bumiputera melakukan aksi unjuk rasa Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera di depan kantor Wisma Bumiputera, Jakarta, Rabu (21/10/2020). Para korban gagal bayar AJB Bumiputera menuntut kejelasan untuk polis dibayar. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Industri Asuransi Indonesia masih bisa tumbuh di tengah pandemi Covid-19. Namun memang ada beberapa permasalahan yang membuat kepercayaan masyarakat di Industri asuransi turun.

Masalah ini sebenarnya sudah ada sejak sebelum pandemi yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan oleh manajemen sehingga gagal bayar. Tengok saja kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB).

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, permasalahan gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya dan Bumiputera harus segera diselesaikan untuk menyelamatkan industri asuransi.

Berbeda dengan Jiwasraya, Bumiputera adalah perusahaan swasta murni dengan bentuk badan hukum usaha bersama. Pemilik polis adalah pemilik Bumiputera. Ketika Perusahaan mengalami kerugian seluruh pemilik polis harus menanggung kerugian tersebut. Pemilik polis tidak bisa berharap pemerintah menalangi seluruh kerugian Bumiputera.

"Pemilik Polis tidak bisa menyalahkan regulator karena berlarut-larutnya permasalahan di AJBB. Kunci penyelesaian permasalahan AJBB ada di pengelola AJBB. Regulator, dalam hal ini OJK, hanya bisa membantu dan memfasilitasi," jelas dia dalam keterangan, Selasa (31/8/2021).

Permasalahan Bumiputera ini pertama kali muncul di 1997. Regulator saat itu yaitu Kementerian Keuangan sudah berusaha memfasilitasi penyelesaian permasalahan. Saat itu Regulator meminta Bumiputera untuk menyusun program penyehatan jangka pendek dan menengah.

Regulator juga sudah mengingatkan agar Badan Perwakilan Anggota (BPA) independen dan tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan Bumiputera.

Setelah itu Regulator tidak pernah berhenti berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan Bumiputera. Sejak 1997 hingga sekarang Regulator setidaknya sudah tiga kali menghadapi opsi melikuidasi atau melanjutkan upaya penyehatan AJBB. Tiga kali pula Regulator memilih untuk menyelamatkan Bumiputera.

"Permasalahan AJBB tidak pernah selesai tuntas karena pengelola Bumiputera yaitu BPA, Komisaris dan Direksi tidak pernah konsisten melaksanakan program-program yang mereka susun sendiri," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pembangkangan BPA

Nasabah Bumiputera melakukan aksi unjuk rasa Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera di depan kantor Wisma Bumiputera, Jakarta, Rabu (21/10/2020). Para korban gagal bayar AJB Bumiputera menuntut kejelasan untuk polis dibayar. (merdeka.com/Imam Buhori)

Piter melanjutkan, belajar dari fakta bahwa gagalnya program penyehatan AJBB selama ini lebih disebabkan oleh intervensi BPA, regulator yaitu OJK mencoba untuk lebih tegas dengan mengeluarkan empat kali perintah tertulis kepada Bumiputera yang isinya meminta BPA untuk lebih independen, tidak mencampuri pengelolaan Bumiputera, serta segera mengambil tindakan mengakui kerugian yang dialami AJBB.

Surat Perintah Tertulis dari OJK menjadi awal pembangkangan BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap upayaupaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program penyelesaian AJBB gagal.

Pembangkangan terbesar BPA adalah ketika OJK mengeluarkan perintah tertulis yang keempat melalui surat No. S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020. Isi perintah tertulis tersebut adalah meminta AJBB untuk segera melaksanakan Sidang Luar Biasa BPA/RUA guna mengambil keputusan terkait kerugian yang dialami AJBB sebagaimana diatur dalam pasal 38 Anggaran Dasar AJBB.

Pembangkangan BPA diwujudkan dalam bentuk gugatan judicial review terhadap UU No.40 tahun 2014 yang kemudian berdampak kepada PP No.87 tahun 2019 yang mengatur tentang badan usaha milik bersama. Permohonan judicial review tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus menggugurkan PP No.87 tahun 2019. Selanjutnya ketentuan tentang usaha perasuransian berbentuk usaha bersama harus diatur lebih lanjut dengan UU sendiri.

Pasca keputusan MK terjadi kekosongan BPA di AJBB. Sesuai masa tugasnya kepengurusan Anggota BPA berakhir per 26 Desember 2020. Tetapi tidak bisa segera berganti karena tidak adanya payung hukum tentang bagaimana pergantian BPA dilakukan.

 


Upaya Maksimal

Pemegang Polis Bumiputera menggelar aksi unjuk rasa damai di trotoar Wisma Bumiputera, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu 21 Oktober 2020.

Untuk mengatasi permasalahan kekosongan BPA ini OJK memfasilitasi pertemuan antara manajemen AJBB dengan perwakilan beberapa perkumpulan pempol, asosiasi agen, dan SP NIBA, pada tanggal 16 Maret 2021. Dalam pertemuan tersebut disepakati antara lain direksi akan mengajukan penetapan Panitia Pemilihan BPA melalui Pengadilan.

Keputusan pengadilan terkait panitia pemilihan BPA ini akan dibacakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 1 September 2021.

OJK selaku regulator sudah berupaya melaksanakan tugasnya untuk menyelamatkan AJBB secara maksimal. Peran OJK memang hanya sebatas mengarahkan dan memfasilitasi. Sementara keberhasilan penyelesaian permasalahan di AJBB lebih ditentukan oleh BPA dan manajemen (Komisaris dan Direksi) AJBB.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya