Antisipasi Kekeringan, BNPB Minta Kepala Daerah Ambil Langkah Siaga

BNPB meminta pemerintah daerah aktif mengkampanyekan hemat air, salah satunya dengan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang relatif bersih untuk digunakan kembali.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Sep 2021, 13:07 WIB
Warga mandi di Sungai Cipamingkis, Desa Jagaita, Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/7/2021). BMKG menjelaskan, saat ini 70 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, 30 persen lainnya masih dalam musim peralihan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki musim hujan pada September hingga November 2021. Namun, beberapa wilayah di Indonesia Timur justru mengalami kekeringan, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Jawa Timur. 

Menghadapi potensi kekeringan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan peringatan dini dan meminta kepala daerah di provinsi tersebut mengambil langkah kesiapsiagaan.

Peringatan itu tertuang dalam surat nomor B-121/BNPB/DII/BP.03.02/08/2021. 

Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi mengatakan ada beberapa langkah kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana kekeringan meteorologis. Pertama, pemerintah daerah melakukan pemantauan dan peninjauan lapangan bersama dinas-dinas terkait untuk mengantisipasi serta menangani terjadinya kekeringan maupun potensi kebakaran hutan, lahan dan semak. 

Kedua, kepala daerah mengambil langkah-langkah penguatan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi ancaman kekeringan di daerah masing-masing. 

"Memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dampak kekeringan meteorologis sehingga masyarakat dapat menghemat penggunaan air bersih dan juga melakukan budidaya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air,” kata Prasinta melalui keterangan tertulis, Rabu (1//2021). 

Pemerintah daerah, lanjut Prasinta, harus aktif mengkampanyekan hemat air, salah satunya dengan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang relatif bersih untuk digunakan kembali. 

Masih terkait dengan langkah kedua ini, Prasinta menekankan pada upaya antisipasi kekeringan dengan penyiapan logistik dan peralatan seperti tangki air bersih dan pompa air di lokasi yang membutuhkan. 

Ketiga, kesiapsiagaan dengan memanfaatkan sistem informasi yang dikelola Lapan dan BMKG, pengecekan serta penyiapan sarana dan prasarana yang membantu pemadaman. 

Dia juga menekankan pada koordinasi antar para pemangku kepentingan dalam menghadapi tanggap darurat, rencana kontinjensi dan rencana operasi. Langkah ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan setempat.

Keempat, penyiapan call center atau help desk untuk menghubungkan secara cepat laporan dari warga kepada petugas maupun mengembangkan sistem komunikasi serta informasi sampai ke lokasi rawan bencana. 

"Kelima melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, mengikuti kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta tetap menjalankan segala peraturan pemerintah terkait percepatan penanganan Covid-19,” jelas Prasinta.


Daerah Berstatus Siaga

Kemarau panjang yang melanda Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT), membuat 13 kabupaten/kota di NTT kini dalam kondisi darurat kekeringan. (Liputan6.com/Ola Keda)

Langkah keenam, pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat dan pembentukan pos komando tanggap darurat bencana apabila dibutuhkan dalam menyikapi situasi di daerah. 

Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), beberapa wilayah berada dalam status ‘Siaga’ kekeringan meteorologis, di antaranya Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Bondowoso, Pamekasan dan Situbondo di Jawa Timur, Kabupaten Buleleng dan Karangasem di Bali, Lombok Timur di NTB, serta Kabupaten Ende, Ngada dan Sumbar Barat di NTT.

Sedangkan beberapa wilayah dengan status ‘Awas,’ terpantau di Kabupaten Bima dan Sumbawa di NTB, serta Kabupaten Alor, Belu, Flores Timur, Kota Kupang, Manggarai Timur, Sikka, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Timur di NTT.    

Status ‘Siaga’ merujuk pada kondisi jumlah hari tanpa hujan paling sedikit 31 hari, prakiraan probabilitas curah hujan kurang dari 20mm/dasarian di atas 70 persen. Sementara ‘Awas’ mendeskripsikan jumlah hari tanpa hujan paling sedikit 61 hari. Prakiraan probabilitas curah hujan kurang dari 20 mm/dasarian di atas 70 persen. 

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya