Kasus Kekerasan dalam Pacaran Makan Korban Jiwa, Aturan Hukum Korea Selatan Dipertanyakan

Seorang perempuan di Korea Selatan meninggal dunia setelah mengalami kekerasan dalam pacaran hanya karena masalah sepele. Tapi, si pelaku tak ditahan.

oleh Putu Elmira diperbarui 02 Sep 2021, 13:01 WIB
Ilustrasi Kekerasan Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan seksual kembali menyeruak ke permukaan. Kali ini, tindakan tak bertanggung jawab tersebut dialami seorang perempuan di Korea Selatan.

Dilansir dari laman Korea Times, Kamis (2/9/2021), perempuan bernama Hwang Ye-jin diserang dengan kejam di kediamannya di Seoul pada 25 Juli 2021. Penyerangnya tak lain adalah pria berusia 30 tahun yang menjalin asmara dengannya.

Pria itu diduga menyerang Hwang karena perempuan berusia 25 tahun itu mengatakan kepada orang lain bahwa mereka berkencan. Hwang menderita pembengkakan wajah parah, pendarahan internal, tulang rusuk patah dan kerusakan pada paru-parunya.

Ia meninggal tiga minggu kemudian sebagai akibat dari komplikasi medis. Ibunya mempublikasikan rekaman video penyerangan yang terekam oleh kamera pengintai di pintu masuk rumah putrinya.

Dalam rekaman itu, Hwang terjatuh di lantai setelah penyerang memukulnya ke dinding beberapa kali. Video menunjukkan Hwang terbaring di lantai tak sadarkan diri, dan penyerang menyeretnya yang bersimbah darah ke dalam lift.

Ibunda Hwang mengungkapkan rekaman video, foto dan nama putrinya dan mengunggah petisi di laman Cheong Wa Dae. Ia menyerukan hukuman berat bagi pelakunya, dengan harapan meningkatkan kesadaran publik tentang kekerasan dalam pacaran dan pelecehan terhadap perempuan, merujuk pada kematian putrinya.

Petisi tersebut telah memperoleh lebih dari 350 ribu tanda tangan pada Senin, 30 Agustus 2021. Petisi ini mencerminkan tingginya kesadaran dan keprihatinan publik atas serangan semacam itu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Kasus Kekerasan

Ilustrasi kekerasan. (dok. pexels/Anete Lusina)

Kasus kekerasan yang menimpa Hwang dialami banyak orang dan didominasi perempuan. Kekerasan dalam pacaran adalah ketika pasangan dalam hubungan melecehkan pasangan lain secara verbal, emosional, ekonomi, seksual atau fisik.

Karena sebagian besar korbannya adalah perempuan, situasi itu diklasifikasikan sebagai jenis kekerasan berbasis gender yang berakar pada ketidaksetaraan gender. Menurut Badan Kepolisian Nasional, sekitar 18.000 kasus kekerasan dalam pacaran telah dilaporkan setiap tahun dalam beberapa tahun terakhir.

Rinciannya, yakni 14.136 kasus pada 2017, 18.671 pada 2018, 19.940 pada 2019 dan 18.945 pada 2020. Angka pada 2020 menunjukkan 52 kasus dilaporkan setiap hari pada rata-rata.

Menurut laporan Statistics Korea 2020 berjudul "The Reality of Dating Violence," di antara kasus kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan pada 2019, 7.003 kasus atau 71 persen melibatkan penyerangan, diikuti oleh kurungan dan intimidasi sebesar 10,8 persen, kekerasan seksual sebesar 0,9 persen, dan pembunuhan sebesar 0,4 persen. Pelanggaran lainnya dikategorikan sebagai pelanggaran ringan.

Terlepas dari prevalensi kekerasan dalam pacaran dan fakta bahwa hal itu dapat mengakibatkan kematian, undang-undang mengenai dan sistem untuk mencegah kekerasan dalam pacaran tidak cukup. Para ahli mengatakan itu terutama karena definisi sosial Korea tentang kekerasan dalam pacaran sebagai "pertengkaran kekasih". Jadi, otoritas investigasi dan pengadilan cenderung menghindari campur tangan dalam "masalah pribadi kekasih."

"Karena itu terjadi di antara pasangan, otoritas investigasi melihatnya sebagai masalah cinta yang sederhana, jadi mereka menahan diri untuk tidak ikut campur, menganggapnya sepele dan menutup kasus di tempat," kata Choi Seon-hye, Direktur Korean Women's Hot Line.


Kaburnya Aturan

Ilustrasi kekerasan. (dok. pexels/Anete Lusina)

Choi melanjutkan, laporan kekerasan dalam pacaran telah meningkat karena korban merespons lebih sensitif dan aktif dari sebelumnya. Namun, pengakuan lembaga investigasi terhadap kekerasan dalam pacaran tidak mengikuti.

Dalam kasus Hwang, penyerangnya menelepon 119 dan menyebut "Saya tidak sengaja membenturkan kepalanya ke pintu lift saat mencoba memindahkannya," dan Hwang "terlalu banyak minum." Meskipun penuntut meminta surat perintah penangkapan untuknya dua hari setelah serangan atas tuduhan cedera, pengadilan setempat menolaknya.

Mereka mengatakan pria itu tidak mungkin melarikan diri atau menghancurkan bukti. Para ahli menekankan bahwa perlu untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan dalam pacaran serta menetapkan dasar hukum yang jelas untuk menghilangkan ambiguitas dalam definisi atau standar kejahatan semacam ini yang menghukum pelaku dan melindungi korban.

"Kami mengalami kesulitan merespons secara efektif atau mendukung korban karena tidak ada peraturan khusus untuk mengendalikan kekerasan dalam pacaran," kata Kim Do-yeon, manajer umum Institut Kekerasan Kencan Korea, sebuah badan penelitian yang didedikasikan untuk mengumpulkan data dan mempromosikan kebijakan untuk keselamatan perempuan.


Infografis Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya