Motif Umum Dugaan Pelaku Perundungan dan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Menurut Psikolog

Baru-baru ini media dihebohkan dengan dugaan kasus perundungan dan pelecehan seksual sesama jenis di lingkungan kerja.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Sep 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi perundungan dan pelecehan seksual di tempat kerja.Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan dugaan kasus perundungan dan pelecehan seksual sesama jenis di lingkungan kerja.

Korban berinisial MS menjelaskan perundungan dan pelecehan yang ia alami di tempat kerja selama bertahun-tahun melalui pesan tertulis. Kasus ini kini sedang ditelusuri pihak berwenang, pemeriksaan terhadap para terduga pelaku pun akan segera dilakukan.

Berkaca dari kasus ini, psikolog dari Enlightmind Nirmala Ika Kusumaningrum menjelaskan terkait perundungan dan pelecehan seksual di tempat kerja secara umum.

Menurutnya, perundungan dan pelecehan seksual di tempat kerja dapat dipicu berbagai motif. Umumnya, motif pelaku adalah untuk menunjukkan relasi kuasa.

“Relasi kuasa ini bukan berarti harus selalu bos dengan anak buah, tapi bisa juga dia senior yang lebih lama kerja di situ atau bisa juga dia dari suku tertentu yang mungkin jadi mayoritas di tempat kerja tersebut,” kata Nirmala kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (2/9/2021).


Sulit Keluar dari Lingkaran Perundungan

Dalam tulisannya, MS mengatakan bahwa ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan lantaran butuh pekerjaan tersebut guna membiayai anak, istri, dan ibunya.

Ia pun mengaku bahwa pelaporan tindakan perundungan dan pelecehan itu tidak berbuah baik dan hanya membuatnya pindah ruangan. Sementara perundungan tetap berjalan dan para pelaku tidak diberi tindakan.

Senada dengan MS, Nirmala menjelaskan, salah satu faktor yang membuat seseorang sulit keluar dari lingkaran perundungan adalah takut jika melapor maka perundungan akan semakin menjadi-jadi.

“Orang yang dirundung merasa takut jika melapor ujung-ujungnya malah dia yang di-PHK. Dia berpikir jika dia melapor belum tentu laporannya itu ditindak sesuai yang diharapkan, belum tentu pelakunya ditegur malah bisa jadi dia yang akan makin dirundung atau dianggap aneh.”

Apalagi, lanjutnya, di dunia kerja hal seperti ini dikemas dalam bentuk bercanda. Karena, kekerasan umum di tempat kerja ada dua penyebab yakni menunjukkan relasi kuasa dan menjadi budaya di tempat kerja dan dianggap hal biasa.

“Kalau menjadi budaya kan lebih susah untuk melaporkan atau komplain karena mereka menganggap ini hal biasa.”


Korban Laki-Laki Lebih Sulit Cerita

Pada kasus pelecehan seksual sesama jenis di lingkungan kerja, Nirmala mengatakan motifnya bisa karena menunjukan kuasa seperti yang dijelaskan di atas. Jadi, tidak dapat dipastikan bahwa pelaku pelecehan itu adalah seseorang dengan kelainan seksual.

Ia menambahkan, laki-laki korban pelecehan seksual lebih sulit bercerita ketimbang korban perempuan.

“Karena masyarakat menilai bahwa laki-laki harus kuat, walau kita tidak setuju ya. Jarang orang melihat bahwa kasus serupa adalah kesalahan lingkungan kantor. Orang malah menilai bahwa korban adalah laki-laki yang lemah.”

Dengan anggapan-anggapan tersebut, korban akan lebih memilih untuk tidak melaporkan atau memproses lebih jauh.  


Infografis Baiq Nuril Korban Pelecehan Asusila Cari Keadilan

Infografis Baiq Nuril Korban Pelecehan Asusila Cari Keadilan. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya