Liputan6.com, Jakarta - Biak Numfor merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Papua. Ibu kota kabupaten ini berada di Distrik Biak Kota. Kabupaten ini juga biasa disebut sebagai kabupaten pulau karena letaknya yang terpisah dari pulau utama, Papua.
Kabupaten Biak Numfor memiliki dua pulau besar, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor, serta 42 pulau kecil lainnya. Berbatasan dengan Kabupaten Supiori dan Samudra Pasifik di sebelah utara serta Selat Yapen di sebelah selatan, sedangkan debelah timur berbatasan dengan Samudra Pasifik dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Manokwari.
Baca Juga
Advertisement
Luas wilayah daratan kabupaten ini sebesar 2.602 kilometer persegi yang terbagi ke dalam 19 kecamatan. Lima kecamatan berada di Pulau Numfor, 12 kecamatan berada di Pulau Biak, dan dua kecamatan berada di kepulauan.
Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor sebanyak 135.650 jiwa yang terdiri dari 69.060 penduduk laki-laki dan 65.590 penduduk perempuan. Produksi perkebunan terbanyak yang dihasilkan kabupaten ini adalah kelapa yang berjumlah 953,50 ton.
Masih banyak fakta menarik lainnya dari kabupaten ini. Simak enam fakta menarik Kabupaten Biak Numfor yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Monumen Perang Dunia II
Monumen Perang Dunia Ke II terletak di Kampung Paray, Kecamatan Biak Kota. Letaknya berada di pinggir pantai dan salah satu daya tarik wisata setempat.
Monumen yang dibangun pada 1994 merupakan kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Kawasan ini terdiri dari beberapa bagian, salah satunya pada bagian utama berupa tembok dengan bentuk agak melengkung yang bertuliskan “MONUMEN PERANG DUNIA KE II” dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang.
Selanjutnya, pada bagian depan bagian utama terdapat delapan batu besar dalam ukuran dan bentuk berbeda-beda. Susunan batu ini melambangkan delapan Jenderal Jepang yang gugur, tiga di antaranya yaitu Jenderal Kirohito, Jenderal Yakoyama, dan Konodera.
Dalam monumen terdapat ruangan yang berbentuk lorong sepanjang 10 meter. Lorong ini berisi bendera Jepang, foto tentara Jepang, dan abu kremasi jenazah tentara Jepang yang tewas pada Perang Dunia II ketika sekutu meluncurkan bom ke Pulau Biak. Abu tersebut disimpan di sebuah kotak aluminium.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Schouten Eilanden
Pada 1616, Jacob Le Maire dan Willem Cornelizs Schoten berlayar melewati Kepulauan Biak Numfor yang mereka sebut sebagai Schouten Eilanden. Nama inilah yang digunakan oleh Belanda untuk menyebut Biak Numfor.
Menurut sejarah, nama lain yang sering digunakan yaitu Numfor atau Wiak. Huruf ‘w’ pada wiak berasal dari fonem ‘v’ yang berubah menjadi ‘b’, sehingga muncullah kata biak yang digunakan saat ini.
Numfor atau Wiak kemudian digabungkan menjadi Biak-Numfor. Dalam penamaannya, Biak-Numfor disertai garis penghubung untuk menamakan nama daerah dan penduduk yang mendiami pulau di utara Teluk Cenderawasih.
3. Situs Gua Binsari atau Gua Jepang
Situs Gua Binsari atau Gua Jepang terletak di Kecamatan Samofa, berada di sebelah barat Kota Biak. Situs yang juga dikenal sebagai terowongan militer ini merupakan tempat persembunyian yang menampung 3000--5000 tentara Jepang. Mereka tewas dibom oleh Sekutu pada Perang Dunia II.
Konon, Gua Binsari ini merupakan tempat nenek moyang orang Biak untuk berhubungan dengan alam gaib. Dalam Bahasa Biak, gua ini disebut Abyab Binsari. Binsari terdiri dari dua kata, yaitu Bin yang berarti perempuan dan Sari yang berarti tua. Ketika digabung memiliki arti perempuan tua atau nenek.
Gua sepanjang 250 meter ini memiliki sumber air bersih. Karena bekas tempat persembunyian, gua ini memiliki sejumlah bilik kecil yang berfungsi sebagai tempat istirahat serta beberapa ruangan lainnya yang berfungsi sebagai gudang, menyimpan bahan makanan, hingga ruangan senjata.
Advertisement
4. Upacara Barapen
Upacara Barapen atau WOR Barapen merupakan upacara yang dilakukan oleh para pemuda atau Kabor Insos sebagai peringatan ketika mereka sudah mulai memasuki usia remaja. Ribuan batu disusun dan dibakar hingga batu menjadi baru setelah upacara selesai.
Ketika batu masih membara, batu tersebut disebar dan pemimpin keagamaan mempersiapkan diri untuk mengoleskan kaki dengan cairan khusus sembari mengucapkan mantra. Setelah itu, pemimpin tersebut akan berjalan diatas batu yang membara ketika ia sudah siap. Kata WOR dapat diartikan sebagai lagu dan tari tradisional.
5. Tari Yosum Pancar
Tari Yosum Pancar tergolong sebagai tarian persahabatan atau disebut juga sebagai tarian pergaulan masyarakat Papua. Tari Yosim Pancar berasal dari dua tarian yang berbeda, yaitu Yosim dan Pancar. Tarian ini ditarikan secara berpasangan oleh lelaki maupun perempuan secara beramai-ramai dengan diiringi musik.
Tarian ini memiliki gerakan dasar yang bersemangat, dinamik, dan menarik. Gerakan dasar tersebut yaitu pancar, gale-gale, jef, seka, dan pacul tiga. Selain itu, terdapat satu gerakan lain yang bernama Yosim. Gerakan ini merupakan gerakan sela saat menarikan dari gerak satu ke gerak berikutnya.
6. Taman Burung dan Anggrek
Taman Burung dan Anggrek terletak di Kecamatan Biak Timur yang merupakan tempat konservasi, pendidikan, penelitian, dan pariwisata. Tempat ini merupakan konservasi burung dan anggrek.
Terdapat 33 spesies burung yang berjumlah 200 ekor, di antaranya burung Cenderawasih, Kakatua Hitam, Kasuari, dan Nuri. Koleksi anggrek yang terdapat di taman ini berjumlah 60 jenis anggrek yang merupakan asli Papua, seperti Anggrek Hitam, Anggrek Raja, dan Anggrek Kribo. (Gabriella Ajeng Larasati)
4 Risiko Mobilitas Saat Bepergian
Advertisement