Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.
Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Advertisement
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menilai, keputusan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional yang digulirkan pemerintah.
Menurut perhitungan yang dibuat Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Supari mengatakan, herd immunity atau kekebalan komunal hasil dari program vaksinasi Covid-19 akan tercapai di kuartal I 2022.
Namun, ia menegaskan, tercapainya herd immunity bukan berarti bakal membuat ekonomi pulih seutuhnya. Sebab pelaku usaha seperti UMKM butuh waktu minimal satu tahun untuk bisa berangsur normal.
"Perilaku pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah membutuhkan recovery supaya terjadi situasi seperti pre-covid, itu kira-kira 12 bulan," ujar Supari di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, dikutip Jumat (3/9/2021).
Supari memperkirakan, situasi pasca Covid-19 baru benar-benar akan normal paling cepat setahun setelah herd immunity tercapai, atau pada kuartal I 2022.
"Maka nanti sampai Maret 2022 itu akan recovery. Kemudian situasi normal pre-covid akan terjadi setidaknya secepat-cepatnya di triwulan pertama 2023," ucap Supari.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Alasan Perpanjangan
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, keputusan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini diambil untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Selain itu juga untuk menjaga stabilitas perbankan dan menjaga kinerja debitur restrukturisasi Covid-19.
“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (2/9/2021).
Wimboh menjelaskan, kinerja industri perbankan terus membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.
Sedangkan angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Des 2020 menjadi 3,35 persen di Juli 2021.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru.
Advertisement