Liputan6.com, Jakarta - Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro, menilai maraknya mural yang menyudutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di fasilitas publik di beberapa kota mencerminkan adanya kekeliruan dari persepsi dan praktik demokrasi.
"Jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak boleh mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya. Sebut saja diantaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial," kata Juri dalam keterangan pers diterima, Jumat (3/9/2021).
Advertisement
Juri meyakini, mural yang tersebar di fasilitas publik dan bertendensi menyerang Presiden Jokowi adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari kepatuhan hukum, etika dan estetika karena menganggu ketertiban sosial.
"Jadi itu kritik haruslah mengandung semangat dan unsur-unsur yang membangun. Termasuk memberi solusi atas berbagai permasalahan yang menjadi objek kritikan," jelas dia.
Juri berpandangan, Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa dirinya terbuka akan berbagai masukan maupun kritik. Bahkan tidak akan menempatkan para pengkritiknya sebagai musuh, termasuk para pembuat mural yang menyerang dirinya.
"Beliau menyampaikan terima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif dan terus ikut membangun budaya demokrasi," ungkap Juri.
Kritik dengan Keadaban
Karena itu, Juri menegaskan, membuat mural tidak dilarang. Tetapi yang harus diperhatikan adalah apakah mural itu boleh digambar di ruang publik. Apakah tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, dan apakah kontennya tidak menyerang pribadi-pribadi orang secara sembarang.
"Silakan saja mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme kita sebagai bangsa," dia menandasi.
Advertisement