Liputan6.com, Jakarta Penghentian pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler pada sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 tak bersifat kaku. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anang Ristanto mengatakan dalam kondisi tertentu sekolah yang jumlah muridnya di bawah 60 bisa diajukan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk menerima BOS.
Anang menerangkan, misalnya saja pada sekolah yang berada di wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk rendah. Jika seperti itu tentu saja opsi penggabungan sekolah tak bisa dilakukan karena bisa saja jarak antar sekolah berjauhan.
Advertisement
"Masih mengacu kepada Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler, untuk sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain, juga dapat diusulkan Pemerintah daerah kepada Kemendikbudristek untuk dikecualikan," kata Anang kepada Liputan6.com, Jumat (3/9/2021).
Anang mengatakan, pengecualian ini juga bagi sekolah-sekolah yang mempunyai murid kurang dari 60 namun dapat membuktikan bahwa mutu sekolahnya bagus. Sekolah-sekolah itu juga dapat mengajukan agar tetap mendapatkan kuota BOS.
"Bagi sekolah-sekolah yang dapat membuktikan bahwa rendahnya jumlah peserta didik bukan karena mutu tapi karena hal lain seperti kondisi daerah, maka sesuai aturan, pemerintah daerah setempat dapat segera mengajukan pengecualian kepada Kemendikbudristek," paparnya.
Selain juga pada sekolah terintegrasi, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB, kemudian juga bagi sekolah yang berada di Daerah Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hentikan Penyaluran BOS Dintentang
Kemendikbudristek melalui Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler menghentikan penyaluran dana BOS kepada sekolah yang mempunyai jumlah siswa kurang dari 60.
Aturan tersebut ditentang oleh Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan karena dianggap diskrimatif dan bertentangan dengan konstitusi.
"Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara,” tulis aliansi dalam keterangan, Jumat (3/9/2021).
Mereka meminta dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. Oleh karena itu Pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik karena ini merupakan hak konstitusional warga Negara,” tulis rilis tersebut.
Advertisement