RUU EBT Dinilai Syarat Akan Kepentingan Bisnis

Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) tengah digodok pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2021, 17:30 WIB
Pekerja melakukan pengecekan panel surya di atas gedung di kawasan Jakarta, Senin (31/8/2020). Pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden terkait energi baru terbarukan dan konservasi energi agar target 23 persen bauran energi di Indonesia bisa tercapai pada 2045. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) tengah digodok pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU ini dinilai akan mengakselerasi kebutuhan pengembangan EBT di Indonesia.

Direktur Eksekutif IRRES, Marwan Batubara menyayangkan, sikap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sepihak dalam penyusunan draf RUU EBT. Bahkan, terkesan pemerintah tak mau mendengar masukan-masukan dari pihak luar termasuk akademisi.

"Kementerian ESDM bertindak sepihak. Terkesan bahwa mereka tidak menganggap penting mendengar aspirasi kepada publik terutama pakar pakar dari kampus. Ada masukan tapi kesannya tidak diperhatikan," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Regulasi EBT, Untuk Siapa?' Sabtu (4/9/2021).

Padahal jelas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan publik wajib dilibatkan. Apalagi para pakar dan juga akademisi yang terkait dengan aturan tersebut.

"Apa yang direncanakan ESDM tidak mau didengar dari masukan pakar. Itu sesuatu lebih banyak untuk kepentingan bisnis. Jadi motifnya bisnis. Motif bisnis berlindung dibalik EBT 23 persen, mitigasi perubahan iklim dan sebagiannya," jelasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Percepat Investasi

PLN siap memimpin transisi energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam sektor ketenagalistrikan di Indonesia. (Dok PLN)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT yang tengah disusun pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan mengakselerasi kebutuhan pengembangan EBT di Indonesia.

"RUU EBT ini sifatnya percepatan, karena harus melipatgandakan realisasinya dan magnitude-nya besar. Misalnya untuk listrik, kalau kita mau naik dua kali lipat, berarti harus menaikkan (EBT) sampai 12 ribu Giga Watt dalam lima tahun," kata Dadan dalam acara pada CNBC Indonesia Energy Conference: Membedah Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan, Senin (26/4).

Selain meningkatkan koordinasi dan sinergi antar sektor, sambung Dadan, keberadaan aturan EBT diharapkan mampu mempercepat dari sisi proses-proses investasi. "Ini diharapkan ada manfaat secara nasional, baik dari segi EBT maupun ekonominya bisa berjalan," jelasnya.

Salah satu sisi ekonomi yang disorot Dadan adalah keberlangsungan korporasi PLN, dimana ia berharap upaya transisi energi akan memberikan dampak positif bagi finansial PLN. "Masuknya EBT yang berbasis listrik justru akan memperbaiki kasnya PLN," tegasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya