Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun depan. Hal ini tentunya langsung menuai polemik di kalangan pekerja di industri rokok.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, dampak kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022 akan semakin menekan pekerja di sektor tembakau dan menurunkan produksi industri hasil tembakau.
Advertisement
Pada 2021, kenaikan tarif CHT sebesar 12,5 persen menyebabkan pekerja di sektor tembakau semakin terhimpit di tengah pandemi Covid-19.
“Maka itu, kami meminta Presiden Joko Widodo untuk melindungi para pekerja di sektor tembakau. Dengan demikian, mereka tidak kehilangan pekerjaannya," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/9/2021).
Adapun, kebijakan tarif CHT memang sangat berpengaruh terhadap industri dan tenaga kerja. Dia mencontohkan, tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang tidak naik pada tahun ini ternyata terbukti dapat membuat industri SKT dapat bertahan hidup. Sudarto juga menjelaskan, sebagian besar anggota RTMM SPSI adalah pekerja di sektor tembakau, khususnya di pabrik SKT.
Saat ini, banyak anggotanya yang terpaksa dirumahkan dengan penghasilan yang tidak optimal akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk tidak memberikan beban tambahan lagi berupa kenaikan tarif CHT di sektor SKT pada tahun 2022.
Berdasarkan pemantauan RTMM SPSI, kata Sudarto, dampak dari kenaikan tarif CHT di segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 12,5 persen pada tahun ini juga telah menimbulkan penurunan produksi 6-8 persen. Kondisi ini makin memprihatikan karena adanya pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Terdampak Pandemi
Sudarto mengatakan, saat ini kurang lebih 30-40 persen anggotanya di Jawa Timur dan Jawa Tengah terkena dampak dari pandemi COVID-19.
“Anggota kami mengalami dampaknya. Ini akibat dari ketentuan ketatnya protokol kesehatan sehingga berpengaruh terhadap pengaturan kerja. Sebagian ada yang menjalani sistem shift. Adapun rata rata penurunan kurang lebih 3.000-6.000 orang per tahun,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya menyatakan sikap tegas meminta pemerintah melindungi sektor padat karya dalam membuat kebijakan tarif CHT tahun depan. Sudarto mengungkapkan, kenaikan tarif CHT yang tinggi dapat mengancam kelangsungan hidup dan kesejahteraan pekerja di sektor tembakau.
Pada 25 Agustus 2021, RTMM SPSI telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memohon agar pemerintah melindungi tenaga kerja di sektor tembakau.
“Langkah ini diambil setelah kami mendengar rencana pemerintah untuk menaikkan target penerimaan CHT pada Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2022 sebesar 11,9 persen atau senilai Rp203,92 triliun,” ujarnya.
Advertisement