Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 dinilai harus mempertimbangkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup petani tembakau dan tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT).
“Untuk kenaikan cukai di 2022, saya sejak 2019-2020 sudah ketemu dengan teman-teman petani dan serikat pekerja. (Kami) membicarakan kenaikan tarif cukai yang menimbulkan spekulasi harga. Sikap saya masih sama, masih memperhatikan betul sektor ketenagakerjaan," ungkap Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (4/9/2021).
Advertisement
"Kalau kenaikan tarif cukai diberlakukan, kemudian ada juga revisi PP 109/2012, (produktivitas pabrikan) ini makin terjun bebas,” lanjut dia.
Nur Nadlifah mengatakan, kebijakan sektor IHT seharusnya benar-benar mempertimbangkan semua aspek, termasuk ketenagakerjaan. Apalagi, katanya, situasi pandemi mempengaruhi serapan tenaga kerja.
“Maka dalam situasi seperti ini, pemerintah harus mengkaji betul peraturan yang berdampak menimbulkan polemik,” ujarnya.
Dia mengatakan, pandemi menimbulkan berbagai masalah termasuk pengangguran baru.
“Rokok itu menurut saya soal pilihan dan pemerintah mestinya mengayomi semua itu. IHT itu memberikan pajak signifikan yang bertambah setiap tahunnya. Hari ini pertambahan pajak kita turun karena banyak usaha yang tutup selama pandemi ini,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ditolak Serikat Pekerja
Sementara itu, suara penolakan akan rencana kenaikan tarif CHT 2022 terus terdengar dari berbagai pihak. Para pekerja pabrik rokok yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Provinsi Jawa Timur misalnya, secara resmi menolak kenaikan tarif cukai rokok tahun 2022.
“Kenaikan tarif cukai rokok akan mengerek harga rokok naik, dan perusahaan akan melakukan berbagai langkah efisiensi. Hal ini karena biaya operasional industri ini cukup besar. Mulai dari pengurangan jam kerja, pengurangan upah, bahkan pengurangan karyawan,” ujar Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur Purnomo.
“Industri rokok di Jatim sangat besar dibandingkan provinsi lainnya. Industri rokok menaungi puluhan ribu pekerja. Selama pandemi COVID-19, tercatat sudah tiga pabrik yang tutup. Pabrik-pabrik lain berupaya bertahan dengan strategi efisiensi. Jadi, kami mohon sekali, Pak Presiden, tunda dulu, jangan naikkan cukai rokok lagi. Jangan sampai industri ini hancur,” tegas Purnomo.
Pelaku industri dan tenaga kerja dari sigaret kretek tangan (SKT) juga sangat mengkhawatirkan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2022.
Seperti diketahui, SKT merupakan sektor padat karya yang paling banyak mempekerjakan perempuan sebagai pelinting. Umumnya, para pelinting ini merupakan tulang punggung keluarga sebagai sumber nafkah utama. Pemerintah diharapkan terus melindungi rakyat kecil di sektor padat karya ini untuk dapat bertahan di tengah tekanan pandemi.
Advertisement