Survei: Perempuan Sering Jadi Sasaran Ujaran Kebencian Online di Korea Selatan

Sebuah survey mengungkapkan bahwa perempuan paling sering menjadi sasaran ujaran kebencian secara online di Korea Selatan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 06 Sep 2021, 09:00 WIB
Orang-orang antre untuk membeli masker di toko ritel di kota tenggara Daegu, Selasa (25/2/2020). Korea Selatan menjadi negara pertama di luar Cina daratan dengan infeksi virus COVID-19 terbesar dan membuat presiden Moon Jae-in memberikan status siaga tinggi. (Jung Yeon-je / AFP)

Liputan6.com, Seoul - Sebuah survei mengungkapkan ada lebih dari 8 dari 10 warga Korea Selatan yang menemukan ujaran kebencian terhadap perempuan secara online.

Survei itu dilakukan oleh National Human Rights Commission of Korea (NHRCK), terhadap 1.200 orang berusia 15 dan lebih tua dari tanggal 20-25 Mei 2021, seperti dilansir dari laman Yonhap News Agency, Senin (6/9/2021).

80,4 persen responden mengatakan mereka telah membaca komentar online yang jahat yang ditujukan pada perempuan.

Ditemukan juga ujaran kebencian terhadap orang-orang dari daerah tertentu mencapai 76,9 persen, di antara komunitas feminis mencapai 76,8 persen, dan 72,5 persen terhadap lansia.

Survei NHRCK juga menemukan target ujaran kebencian online terhadap laki-laki, minoritas seksual dan penyandang disabilitas.

Sementara dalam kasus yang dialami secara langsung, kelompok yang paling sering diserang adalah lansia, jumlahnya mencapai 69,2 persen, disusul oleh orang-orang dari daerah tertentu sebesar 68,9 persen dan perempuan sebesar 67,4 persen.

Lebih dari 60 persen responden mengungkapkan mereka melihat komentar kebencian terhadap komunitas feminis, penyandang disabilitas dan minoritas seksual.

Mayoritas responden juga berpikir ujaran kebencian tampaknya lebih serius di dunia maya daripada di kehidupan nyata, demikian menurut survey NHRCK. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


70 Persen Responden Melihat Komentar Jahat Namun Enggan Mengambil Tindakan

Petugas polisi mengenakan masker berbicara sebelum rapat umum di pusat kota Seoul, Korea Selatan, Sabtu (22/2/2020). Korsel pada hari Sabtu melaporkan lonjakan enam kali lipat infeksi virus dalam empat hari ke 346. (AP Photo/Lee Jin-man)

Artikel berita online dan bagian komentarnya disebut-sebut sebagai sumber ujaran kebencian terbesar, menurut survei itu.

Komentar kebencian juga sering terlihat di berbagai platform online, termasuk platform streaming pribadi seperti YouTube, forum online, dan media sosial.

Mengejutkannya, lebih dari 70 persen responden mengungkapkan mereka mengetahui komentar itu tidak baik tetapi kebanyakan mengabaikan atau menghindari mengambil tindakan apa pun.

Survei NHRCK juga menunjukkan orang-orang percaya bahwa ujaran kebencian didorong oleh "diskriminasi sistematis yang berakar di masyarakat ( jumlahnya mencapai 86,1 persen)".

"kecenderungan untuk melampiaskan frustrasi ekonomi pada orang yang lemah secara sosial (mencapai 82,4 persen)" dan "liputan media tentang isu-isu terkait (79,2 persen)," kata NHRCK.

Secara khusus, 76,3 persen responden menyalahkan penggunaan ekspresi diskriminatif oleh figur publik atas ketidaksadaran mereka terhadap komentar buruk.

Penghitungan itu melonjak 26,9 persen, dari 49,4 persen dua tahun lalu.

Kemudian tentang cara mengurangi ujaran kebencian, lebih dari 90 persen mengatakan politisi dan outlet media harus menahan diri dari berbagi berita dan ekspresi yang dapat memicu kebencian di antara masyarakat.

Responden survei NHRCK juga menyetujui pengenalan berbagai kebijakan anti-diskriminasi, seperti pendidikan lebih lanjut tentang pencegahan ujaran kebencian di sekolah-sekolah dan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap komentar jahat.


Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya