Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana mencatat, per Juli 2021 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan mencapai Rp779 triliun.
Jumlah ini diberikan kepada 5,1 juta debitur secara nasional, yang mayoritas diisi oleh pelaku UMKM sebanyak 72 persen.
Advertisement
"Jadi, 72 persen diantaranya adalah debitur UMKM," tekannya dalam sebuah seminar, Selasa (7/9/2021).
Dia menyebut, dengan nilai penyaluran restrukturisasi kredit yang mencapai Rp779 triliun itu menjadi yang terbesar dalam sejarah perbankan Indonesia.
"Jumlah Rp779 triliun restrukturisasi itu adalah jumlah sangat besar dan saya mencatat itu jumlah yang terbesar sepanjang sejarah perbankan kita melakukan restrukturisasi ya," bebernya.
Oleh karena itu, dia berharap restrukturisasi ini bisa berhasil. Sehingga, akan memberikan dampak positif terhadap kinerja perbankan dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
OJK Kembali Perpanjang Relaksasi Restrukturisasi Kredit hingga 31 Maret 2023
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan menjadi menjadi 31 Maret 2023. Dalam aturan sebelumnya, relaksasi tersebut diberikan hingga 31 Maret 2022.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, keputusan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini diambil untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Selain itu juga untuk menjaga stabilitas perbankan dan menjaga kinerja debitur restrukturisasi Covid-19.
“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (2/9/2021).
Wimboh menjelaskan, kinerja industri perbankan terus membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.
Sedangkan angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Des 2020 menjadi 3,35 persen di Juli 2021.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru.
Advertisement