Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM hingga 13 September 2021 di Jawa-Bali dan 20 September di luar Jawa-Bali. Meski begitu pemerintah memberikan beberapa kelonggaran kebijakan di wilayah dengan PPKM level 3.
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira menilai mobilitas masyarakat ke mal pada bulan September 2021 sudah mengalami peningkatan dibandingkan pada bulan Juli di tahun yang sama. Bila pada pertengahan juli mengalami kontraksi hingga minus 35 persen, maka per tanggal 2 September berada di titik 0 persen.
Advertisement
"Mobilitas masyarakat ke pusat perbelanjaan ada perbaikan dari minus 35 persen di pertengahan Juli saat PPKM darurat menjadi 0 persen dari baseline per 2 September 2021 saat mulai pelonggaran," kata Bhima kepada merdeka.com, Jakarta, Selasa (7/9).
Bhima melanjutkan, data tersebut bermakna ada indikasi masyarakat mulai berbelanja kembali. Sayangnya hal ini tidak merata di seluruh kelompok pengeluaran.
Belanja masyarakat kelas menengah bisa langsung dilakukan karena memiliki dana yang cukup untuk dibelanjakan. Sementara bagi masyarakat kelas masih tertahan karena masih belum bisa menghasilkan pendapatan lagi. Kondisi ini pada akhirnya akan menyebabkan pemulihan konsumsi terjeda dari adanya pelonggaran mobilitas.
"Lapisan menengah atas diperkirakan lebih pede berbelanja, sementara kelas menengah bawah masih menunggu pemulihan sisi serapan kerja dan perbaikan pendapatan. Kalau orang kaya mereka simpan uang di bank, tinggal geser ke belanja," tuturnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertumbuhan Ekonomi Terjadi pada Kuartal IV 2021
Dari kondisi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal ke III tidak akan lagi tumbuh di atas 7 persen sebagaimana yang terjadi pada kuartal II yang lalu. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di angka 3 persen.
"Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin lagi naik 7 persen, ya paling optimis kisaran 3 persen," kata dia.
Alasannya, pada kuartal ke III tidak ada momentum khusus yang bisa memicu pertumbuhan ekonomi seperti lebaran. Hanya ada pengeluaran sektor pendidikan yang secara musiman mendorong belanja lebih tinggi di kuartal ke III.
Sebagai akibat dari jeda antara pelonggaran dengan pemulihan konsumsi rumah tangga, Maka proyeksinya baru di kuartal ke IV 2021 atau awal 2022 bisa pulih. Namun, dengan catatan bergantung dari kecepatan penurunan kasus covid-19, vaksinasi, besaran stimulus dan serapan anggaran pemerintah. Sehingga momentum pemulihan ekonomi akan lebih terasa pada terakhir tahun ini.
"Maka dari itu momentum krusialnya sebenarnya ada di kuartal ke IV 2021, karena faktor seasonalnya natal dan tahun baru," kata dia. Terlebih biasanya masyarakat melakukan belanja lebih tinggi dan jalan-jalan di libur tahun baru. Bila pelonggaran kebijakan ini berjalan mulus tanpa lonjakan kasus, bisa membuat konsumsi rumah tangga tumbuh positif.
"Bisa jadi kuartal ke IV konsumsi rumah tangga akan positif," kata dia.
Maka, antisipasi yang perlu dilakukan yakni dengan penegakan protokol kesehatan, 3T dan vaksinasi sektor prioritas. Misalnya di sektor yang dilonggarkan seperti industri manufaktur dan retail serta restoran. Pegawai di sektor yang dilonggarkan harus dipastikan mendapatkan jatah vaksin secara merata.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement