Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) akan menambah luas sosialisasi untuk mendorong efektivitas penggunaan mata uang lokal Indonesia dan China dalam sektor perdagangan antara kedua negara tersebut. Langkah ini diambil BI sebagai tindak lanjut dari perjanjian yang telah dilakukan sejak September 2020 lalu.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menegaskan akan terus melakukan sosialisasi agar dampak dari Local Currency Settlement (LCS) bisa berjalan efektif.
Advertisement
Harapannya, dengan dilakukannya sosialisasi akan meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara menjadi lebih sehat.
“Semakin ini terdistribusi semakin bagus, yang akan kami usahakan adalah berikan insentif supaya orang nyaman menggunakan LCS ini. Dengan sosialisasi yang dilakukan, preferensi masyarakat sedikit bisa digeser sehingga hubungan (perdagangan kedua negara) lebih sehat,” katanya dalam Taklimat Media LCS dan Cadangan Devisa Bank Indonesia, Rabu (8/9/2021).
Sementara itu, Kepala Departemen Internasional BI, Doddy Zulverdi mengatakan bahwa penerapan LCS ini akan memfasilitasi berbagai transaksi perdagangan dan investasi dari kedua negara tersebut.
Ia menambahkan, bahwa tujuan dari penerapan LCS ini sebagai langkah untuk memperkuat nilai valuta asing di dalam negeri dengan mengurangi sensitivitas dolar yang sebelumnya digunakan dalam transaksi perdagangan kedua negara.
“LCS dilakukan sebagai penguatan pasar valas didalam negeri, kita ingin mengurangi sensitivitas tersebut, dengan mengimbangi penggunaan mata uang lokal,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sama Dengan Tiga Negara
Ia juga menerangkan bahwa penerapan LCS antara Indonesia dan China ini bertujuan hampir sama dengan LCS dengan tiga negara sebelumnya, yakni Jepang, Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara tersebut telah lebih dulu dilakukan perjanjian perdagangan dengan mata uang lokal dalam kerja sama perdagangan dengan RI.
“Meski pada LCS Ri-China ini ada sedikit perbedaan dari dari ketiga negara tersebut, karena kita ketahui dalam aturan perdagangan China dia memiliki aturan yang lebih ketat,” katanya.
“Aturan keuangannya lebih ketat, jadi ada yang kita sesuaikan, tapi secara umum ini sama. Relatif sama dengan yang sudah kita gunakan dengan Jepang, Malaysia dan Thailand,” tambahnya.
Terkait perkembangan penggunaan mata uang lokal Rupiah dan Yuan ini, Doddy berharap perkembangannya akan bergerak lebih cepat. Ia mengacu pada China sebagai mitra perdagangan terbesar dengan Indonesia.
“Kita harap bisa cepat perkembangannya karena kita tahu sendiri China negara mitra (perdagangan) terbesar kita, (sama halnya dengan) Jepang yang juga mitra dagang dan investasi besar,” tuturnya.
Tepis Berita Miring
Lebih lanjut, Doddy juga menepis berita miring soal penerapan LCS ada hubungannya dengan konteks diluar hubungan perdagangan Tanah Air dan negara tirai bambu tersebut.
“Jadi gak isu-isu yang berpihak ke negara-negara tertentu aja. Jadi gak ada aspek-aspek di luar aspek ekonomi, itu perlu sekali saya tekankan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa perjanjian kedua negara ini guna meningkatkan efisiensi perdagangan dengan penggunaan mata uang lokal tersebut.
“Ini adalah upaya bagaimana membuat efisiensi kita bisa melakukan transaksi dengan mata uang yang relevan dengan mitra investasi,” katanya.
Ia menerangkan, pada penggunaan dolar sebelumnya dalam perdagangan RI-China, membuat alur uang menjadi lebih kompleks. Pasalnya sebelum mengonversi ke mata uang lokal yang berlaku, harus lebih dulu dikonversi ke mata uang dolar.
“Jadi misal untuk bayar dari Rupiah itu harus dulu dikonversi ke dolar, lalu masuk China dan harus dikonversi lagi ke uang disana, juga sebaliknya. LCS ini jadi mengefisienkan proses transaksi,” katanya.
Dengan begitu, biaya lokal yang dibutuhkan dalam aktivitas ekspor-impor akan lebih mudah, karena hanya melibatkan dua mata uang yang berlaku di masing-masing negara yang menjalankan transaksi.
Advertisement
Daftar Bank Penyedia Layanan
Untuk mendukung operasionalisasi kerangka LCS menggunakan rupiah dan yuan ini, BI dan PBC telah menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
Bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia adalah PT Bank Central Asia, Tbk, Bank of China (Hongkong), Ltd, PT Bank China Construction Bank Indonesia, Tbk, PT Bank Danamon Indonesia, Tbk, dan PT Bank ICBC Indonesia.
Lalu, PT Bank Mandiri (Persero), Tbk, PT Bank Maybank Indonesia, Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank OCBC NISP, Tbk, PT Bank Permata, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, serta PT Bank UOB Indonesia.
Sementara itu, beberapa bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Tiongkok adalah Agriculture Bank of China, Bank of China, Bank of Ningbo, Bank Mandiri Shanghai Branch, China Construction Bank, Industrial and Commercial Bank of China, Maybank Shanghai Branch, dan United Overseas Bank (China) Limited.
Bank yang ditunjuk sebagai ACCD adalah perbankan yang dipandang telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan sesuai kerangka kerja sama LCS yang disepakati.
Yaitu memiliki tingkat ketahanan dan kesehatan yang baik, berpengalaman dalam memfasilitasi transaksi perdagangan/investasi dan memiliki kapasitas dalam menyediakan berbagai jasa keuangan, serta memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan bank di negara mitra