Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menargetkan pertumbuhan kredit hingga akhir 2021 berkisar 4 sampai 4,5 persen. Bila ditopang dengan penanganan covid-19 yang berjalan dengan baik.
Dia mengakui jika target tersebut konservatif. “Di atas 4 persen (pertumbuhan kredit), range-nya mungkin sekitar 4 atau 4,5 persen target yang sebenarnya konservatif," kata Wimboh dalam Konferensi Pers OJK, Rabu (8/9/2021).
Advertisement
Target konservatif disebut karena melihat masih terjadi kenaikan angka positif Covid-19 beberapa waktu lalu.
Dia pun berharap agar upaya penanganan seperti vaksinasi berlangsung dengan cepat. Demikian pula dengan mobilitas masyakat mulai meningkat. "Dan terkait pengendalian varian baru, kita tetap optimis,” lanjut dia.
Pada kesempatan ini, dia pun meminta masyarakat dan pelaku usaha tidak hanya bergantung pada sumber pendanaan kredit bank.
Skema pembiayaan yang bisa dimanfaatkan pelaku UMKM adalah pasar modal. Ia melihat ada potensi positif pada skema pembiayaan di sektor ini.
Salah satu yang diupayakan OJK adalah melalui Security Crowdfunding (SCF) yang digadang bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi UMKM.
“Kami ingin sampaikan bahwa sumber pembiayaan gak cuma bank, tapi pasar modal, jadi untuk mempercepat, itu bagaimana membuka peluang bagi masyarakat untuk mulai akses ke pasar modal, melalui security crowdfunding,” tuturnya.
Dia mengatakan beberapa sektor yang bisa memanfaatkan seperti digital, startup, sektor pengolahan, pertanian dan lainnya.
“Kalau masih perbankan ribet, kalau SCF ini akan didorong ada fakta bahwa racing fund di pasar modal sudah sampai Rp 257,9 triliun (per 31 Agustus 2021), ini melebihi pertumbuhan di tahun 2020,” jelas dia.
Angka tersebut dikatakan dicapai dari 129 penawaran umum. Bahkan menurut data masih terdapat 68 penawaran umum sebesar Rp 40,79 triliun yang masih dalam pipeline. Kemudian, potensi lainnya adalah adanya 28 emiten baru di 2021.
“Kalau hasil prospek akhir tahun kami yakin segi permodalan tak ada masalah, jika likuiditas tak ada masalah, NPL, gak lebih dari 5 persen, meski pernah naik ke 3,5 persen dan turun lagi ke 3,4 persen. Financial sector kita akan stabil, jadi inline dengan pertumbuhan perbankan, sehingga ini kami yakin di akhir tahun masih stabil,” tambah dia.
POJK Bank Umum dan Penyelenggaran Produk Bank Umum
Di sisi lain, baru-baru ini OJK juga mengeluarkan POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum dan POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana menuturkan kedua peraturan ini dikeluarkan guna sektor perbankan mampu mengejar pertumbuhan teknologi di sektor non-bank. Kemudian, berdasar pada pandemi covid-19 yang mengubah perilaku dan permintaan nasabah bank, serta arah perizinan berdasarkan undang-undang Ciptaker.
“Dengan tujuan transformasi bank menghadapi era bank 4.0, dan pencapaian arah kebijakan OJK 2021-2025 bertajuk akselerasi transformasi digital,” katanya.
“Nah memang tujuan dari semua itu adalah untuk perbankan lebih agile, adaptif, dan bisa cepat inovasi terhadap keinginan produk yang semakin cepat diharapkan atau diminta nasabah kita,” tambahnya.
Manfaat dari kedua aturan ini adalah kesetaraan konvensional dan bank syariah, mendorong konsolidasi dan sinergi antar bank, konektivitas dan kolaborasi, mendorong efisiensi ekonomi, pemberdayaan bank skala kecil, meningkatkan inklusi keuangan.
“Ini tentunya akan tetap mendorong konsolidasi dan memberikan ruang bank kecil untuk ikut berperan, dengan tata kelola dan manajemen risiko yang lebih baik,” katanya.
Wimboh menuturkan, dengan adanya kedua aturan tersebut diharapkan akses masyarakat terhadapp perbankan bisa lebih leluasa.
“Di mana masa pandemi relevan dan diperlukan, ini yang seluruh dunia lakukan, kita cukup mempunyai optimisme. UMKM, ini semua jadi perhatian kita apablia dilakukan, potensinya luarbiasa, dan ini bisa diakses digital di seluruh indonesia,” tuturnya.
Advertisement