Warga Jakarta Kehilangan 5,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Peningkatan polusi udara kemungkinan akan mengurangi usia harapan orang Indonesia, khususnya warga Jakarta, hingga 5,5 tahun.

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 09 Sep 2021, 18:00 WIB
Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021). Berdasarkan data "World Air Quality Index" pada Selasa (20/4) pukul 10.00 WIB tingkat polusi udara di Jakarta berada pada angka 174. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan polusi udara kemungkinan akan mengurangi usia harapan orang Indonesia, khususnya warga Jakarta, hingga 5,5 tahun.

Selama satu dekade terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan jumlah polusi udara. Direktur Air Quality Life Index (AQLI), Kenneth Lee mengatakan, tingginya angka polusi udara akan berdampak terhadap angka harapan hidup Indonesia.

“Di DKI Jakarta, rata-rata orang diperkirakan dapat kehilangan 5,5 tahun dari usia harapan hidup jika tingkat polusi seperti tahun 2019 bertahan sepanjang hidup mereka. Di beberapa daerah penurunan usia harapan hidup bahkan lebih besar, mencapai lebih dari enam tahun usia hidup mereka,” kata Ken dalam webinar bertajuk "Clean Air Crisis, What Should We Do?“ Kamis (9/9/2021).

Ken menegaskan kondisi tersebut disebabkan karena warga Jakarta tinggal di daerah dengan tingkat Particulate Matter (PM) 2.5 rata-rata tahunan yang melebihi ambang batas pedoman World Health Organization (WHO).

“Karena kualitas udara tidak memenuhi ambang batas aman sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk konsentrasi partikel halus (PM2.5),” lanjutnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Masyarakat Indonesia sudah menyadari ancaman polusi udara

Gedung bertingkat yang terlihat samar karena kabut polusi di Jakarta, Selasa (9/7/2019). Berdasarkan data DLH DKI Jakarta penyebab polusi di Jakarta semakin buruk akibat emisi kendaraan bermotor yang mencapai 75 persen, ditambah pencemaran dari industri dan limbah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kendati demikian, masyarakat Indonesia kini sudah mulai menyadari ancaman polusi PM2.5 terhadap kesehatan manusia.

Ia menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia juga telah mulai mengambil beberapa langkah awal untuk mengatasi masalah polusi udara ini.

“Misalnya, pada 2017, pemerintah Indonesia mewajibkan semua kendaraan berbahan bakar bensin mengadopsi standar bahan bakar Euro-4 pada September 2018. Pemerintah Indonesia juga telah meningkatkan upaya memerangi polusi udara dari kebakaran lahan gambut dan hutan dengan memberlakukan moratorium pengembangan lahan gambut baru dan mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG),” ujar Ken. 


Selain Jakarta, Depok dan Bandung menyusul dengan tingkat polusi udara paling tinggi

Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021). Berdasarkan data "World Air Quality Index" pada Selasa (20/4) pukul 10.00 WIB tingkat polusi udara di Jakarta menunjukkan kualitas udara di Ibu Kota termasuk kategori tidak sehat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Namun, berdasarkan data dari Energy Policy Institute di University of Chicago (EPIC), dampak kesehatan dari polusi udara paling besar selain di Jakarta, terjadi di Depok dan Bandung, di mana konsentrasi polusi udara adalah yang tertinggi.

 


Mendorong kebijakan Clean Air Act untuk Indonesia

Sementara itu, Aktivis Bicara Udara Amalia Ayuningtyas mengatakan, sebagai komunitas yang fokus pada edukasi mengenai pentingnya peningkatan kualitas udara sebagai salah satu hak hidup dasar masyarakat, pihaknya mendorong kebijakan yang signifikan seperti Clean Air Act untuk Indonesia.

“Selain itu, yang perlu didorong juga penerapan kebijakan dan penindakan pada pihak-pihak yang melanggar, peralihan energi agar tidak tergantung dengan energi fosil, serta perbaikan dan transparansi data mengenai kualitas udara,” pungkas Amalia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya