Liputan6.com, Jakarta Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, peraturan Kejaksaan tentang keadilan restoratif telah diundangkan pada 22 Juli 2020, bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa yang ke-60. Ini sekaligus menjadi kado penegakan hukum di Indonesia.
"Peraturan Kejaksaan ini akan menjadi momentum yang mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia. Tidak akan ada lagi kasus nenek Minah, kasus kakek Samirin, yang sampai di meja pengadilan. Tidak akan ada lagi penegak hukum yang hanya melihat kepastian hukumnya saja, dan tidak akan lagi penegakan hukum hanya tajam ke bawah," tutur Jaksa Agung Burhanuddin di Auditorium Graha Widyatama Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat (10/9/2021).
Advertisement
Menurut dia, berdasarkan hasil evaluasi sejak diberlakukannya Peraturan Kejaksaan tentang keadilan restoratif, sampai dengan tanggal 1 Agustus 2021 terdapat sebanyak 304 perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif.
"Adapun tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan mengedepankan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas. Di dalam rentang waktu 1 tahun setelah dilakukan penelitian, sebanyak 304, ini berarti hampir setiap hari ada 1 perkara pidana untuk dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif," jelas Jaksa Agung.
Andai Saja
Burhanuddin membayangkan, jika saja Peraturan Kejaksaan tentang keadilan restoratif ini sudah ada sejak terbentuknya Undang-Undang Momor 8 Tahun 1981 KUHAP, maka akan ada puluhan ribu perkara yang berhasil diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
"Dan tentunya akan banyak perdamaian hukum yang tumbuh di bumi Indonesia. Kehadiran Peraturan Kejaksaan ini saya harap dapat menjadi pedoman role model dalam penyusunan revisi KUHP, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," Burhanuddin menandaskan.
Advertisement