Liputan6.com, Jakarta - Harga telur ayam tak kunjung kembali ke harga normal yang menguntungkan para peternak. Salah satunya adalah peternak mandiri yang mengaku alami kerugian hingga 6.000-7.000 per kilogram.
Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio mengungkap penyebab anjloknya harga telur ayam di pasaran. Menurut pantauannya, penurunan harga terjadi di berbagai wilayah atau sektor.
Advertisement
“Harga telur dibawah harga produksi, peternak rakyat mengalami kerugian 6.000-7.000 / kg, di seluruh wilayah,” katanya saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jumat (10/9/2021).
Ia mengungkapkan penyebab dari turunnya harga tersebut adalah karena banyaknya produksi telur ayam yang tidak seimbang dengan permintaan masyarakat. Sehingga terjadi suplai yang berlebihan dan berimbas pada harga yang turun drastis.
“Karena over supply, akibat perusahaan integrasi ikut berbudidaya dengan populasi yang sangat banyak,” tambahnya.
Guna mengantisipasi hal tersebut, ia menuntut pemerintah untuk bisa mengambil sikap tegas yang membatasi integrator dalam berbudidaya. Ia meminta budidaya ayam petelur dan produksi telur diserahkan kepada peternak mandiri guna menstabilkan harga.
Pasalnya, menurut pantauannya, harga telur ayam saat ini anjlok menjadi sekitar Rp 15.000 sampai Rp 17.000 per kilogram, lebih rendah dari biaya produksi yang dibutuhkan.
Selain lingkup budidaya yang diserahkan ke peternak mandiri, Alvino menawarkan pembagian pasar antara peternak mandiri dan perusahaan integrasi, sehingga harga pasaran kembali normal.
“atau pembagian market, pasar tradisional untuk peternak rakyat dan integrator market-nya Horeka (hotel restaurant katering dan olahan),” tuturnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minta Perpres yang Melindungi
Lebih lanjut, Alvino meminta dengan tegas untuk dibuatkan peraturan presiden yang bisa melindungi peternak rakyat mandiri sesuai dengan undang-undang.
Terkait hal ini, ia mengaku telah lama mengajukan pembuatan aturan namun tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Karena tak kunjung ada solusi, ia menduga ada permainan yang dilakukan penguasa dan pengusaha sehingga mengarahkan sistem bisnis ke integrator yang muaranya mengarahkan peternak ke sistem kemitraan.
“Karena pemerintah tidak punya solusi, dan patut diduga kongkalikong antara penguasa dan pengusaha akhirnya sistem bisnis perunggasan diserahkan kepada integrator yang akhirnya pemerintah membuat konsep kalau semua peternak broiler dan layer diarahkan ke kemitraan,” tuturnya.
"Walaupun kami tau yang sebenarnya terjadi, tapi kami tidak punya bukti," tambahnya.
Ia mengamini bahwa sistem kemitraan yang digadang jadi solusi untuk melindungi peternak belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. “Bisa jadi nantinya seperti itu, seperti kuli di kandang sendiri, kalau sudah dikuasai mau tidak mau suka atau tidak ya pasti ikut saja maunya penjajah,” pungkasnya.
Informasi, sistem kemitraan yang dimaksud merupakan strategi Kementerian Pertanian untuk melindungi peternak unggas. Caranya dengan mentautkan kepentingan peternak dengan perusahaan terintegrasi.
Diawali dengan pengembangan kelompok tani ternak unggas dengan memperhatikan pola kemitraan peternak meliputi inti plasma, bagi hasil, sewa, perdagangan umum, dan sub kontrak.
Advertisement