Liputan6.com, Pekanbaru - Persoalan sampah Pekanbaru sepertinya tak pernah selesai. Masih saja terdapat tumpukan limbah rumah tangga itu di berbagai sudut dan jalanan di ibu kota Provinsi Riau.
Tumpukan sampah di Pekanbaru pernah diusut Polda Riau. Dua orang menjadi tersangka namun kasusnya mangkrak dan ada sinyal kuat bakal dihentikan karena berkasnya tak kunjung dilimpahkan ke Kejati Riau.
Baca Juga
Advertisement
Terlepas dari persoalan itu, Pemerintah Kota Pekanbaru akan digugat oleh Koalisi Sapu Bersih ke pengadilan negeri (PN) setempat. Calon tergugatnya adalah Wali Kota Pekanbaru, DPRD, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).
Gugatan pengelolaan sampah Pekanbaru ini secara spesifik terhadap sampah plastik sekali pakai. Tim Advokasi Sapu Bersih mewakili dua warga Pekanbaru, Riko Kurniawan dan Sri Wahyuni, sebagai penggugat.
Ada 12 advokat yang akan mendaftarkan gugatan ini ke PN Pekanbaru pada 16 September nanti. Gugatan ini merupakan bagian dari partisipasi masyarakat mendorong perbaikan kebijakan dan tindakan Pemerintah Kota Pekanbaru dalam pengelolaan sampah.
"Pengadilan Negeri Pekanbaru diharapkan mampu memberikan keadilan bagi masyarakat dan lingkungan hidup di Pekanbaru," kata Riko.
Riko menjelaskan, Tim Advokasi Sapu Bersih mendesak pemerintah menyusun langkah konkret pengurangan sampah plastik sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dengan cara melarang atau membatasi produksi, distribusi, penjualan dan pemakaiannya.
"Harus ada peraturan daerah khusus pembatasan plastik sekali pakai," tegas Riko.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Butuh Perda
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Sapu Bersih, Andi Wijaya mengatakan, Mahkamah Agung menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melarang plastik sekali pakai berdasarkan Putusan Nomor 29 P/HUM/2019.
"Ini memberikan yurisprudensi penting sebagai amunisi hukum bagi advokasi ke kota/kabupaten lainnya," kata Andi.
Koalisi ini mencatat, sejak tahun 2016, 2017 dan 2021 masalah pengelolaan sampah terus terjadi. Pada Juni 2016 saat itu pengelolaan sampah dipegang oleh PT Multi Inti Guna (MIG) dan kepala dinas teknis saat itu dijabat oleh Edwin Supradana.
Lalu timbul persoalan di PT MIG yang menunggak gaji pekerja, ratusan pekerja mogok, hingga sampah menumpuk. Masalah lain muncul dengan dicabutnya kontrak PT MIG dan jabatan kepala dinas teknis serta kepala bidang dinas teknis dicopot.
Pada tahun itu, ketersediaan armada yang kurang menjadi alasan tidak beresnya penanganan sampah di Kota Pekanbaru. Berikutnya pada awal 2021, kontrak dua perusahaan habis dan lelang jasa pengangkutan sampah terlambat membuat gundukan sampah selama tiga bulan.
Andi menilai, Wali Kota Pekanbaru gagal memberikan hak lingkungan yang bersih dan aman kepada masyarakat. Pemerintah daerah juga tidak menjalankan aturan terkait pembatasan plastik sekali pakai, pemilahan sampah kering dan basah serta kurangnya sosialisasi secara menyeluruh.
"Ini mengakibatkan timbulan sampah di tiap badan jalan yang bersumber dari industri dan rumah tangga," terang Andi.
Advertisement
Sebabkan Banjir
Terpisah, Ketua Ikatan Mahasiswa Teknik Lingkungan Indoensia (MTLI) Regional 1, M Ragiel Ramadhan L mengungkapkan, dalam dokumen Rencana Strategis dan Rencana Kerja 2018 dan 2019, DLHK Kota Pekanbaru tidak optimal dalam mencapai target kinerja yang ditetapkan seperti capaian program dan tolak ukur kinerja.
Hal itu Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keungan (BPK) tentang laporan hasil pemeriksaan kinerja pengelolaan sampah Kota Pekanbaru tahun 2018 dan 2019. Pemerintah Kota Pekanbaru dalam pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan pada DLHK disebut belum bisa mewujudkan lingkungan perkotaan yang layak huni dan ramah lingkungan.
"Wali kota dan DLHK Kota Pekanbaru juga tidak punya data pasti terhadap capaian pengelolaan sampah tiap tahunnya, apalagi pemerintah daerah menyerahkan pengelolaan penuh kepada pihak ketiga tanpa melakukan pengawasan lebih," kata Ragiel.
Penggugat lainnya, Sri Wahyuni, menambahkan, sampah kantong plastik juga bisa menyebabkan banjir, karena menyumbat saluran-saluran air.
Selain itu jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan apabila proses pembakarannya tidak sempurna. Plastik akan mengurai di udara sebagai diloksin, di mana senyawa ini sangat berbahaya jika terhirup manusia.
"Dampaknya akan memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi," kata Sri Wahyuni.
Sri Wahyuni menyampaikan, pengelolaan sampah plastik sembarangan juga berakibat pada pencemaran air. Keadaan ini bisa berdampak pada kesehatan ibu dan anak.
"Khususnya permukiman yang berdekatan dengan timbunan sampah plastik," imbuhnya sebagai penggugat.