Dinilai Ribet, Pemerintah Perlu Permudah Syarat Transportasi Publik

Grafik penularan Covid-19 di Indonesia, saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat menuai kritik Politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono. Apa penyebabnya?

oleh Abelda RN diperbarui 11 Sep 2021, 21:00 WIB
Orang-orang memakai masker setelah turun dari kereta api pada jam sibuk pagi hari di stasiun Waterloo di London, Rabu (13/7/2021). Wali Kota Sadiq Khan menekankan transportasi publik di London akan terus memberlakukan kewajiban memakai masker setelah Senin (19/7) mendatang. (AP Photo/Matt Dunham)

Liputan6.com, Balikpapan - Politikus Gerindra Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan masyarakat dalam mempergunakan sarana transportasi publik pada masa pandemi.

Saat kebijakan PPKM darurat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, penularan Covid-19 malah naik 1-2 kali, juga jumlah kematiannya naik hampir 2 sampai dengan 3 kalinya data 3 Juli sampai 26 Juli 2021, dan saat PPKM itu di longgarkan, level 4 dan turun hingga ke level 2 jumlah kasus baru menurun tajam.

“Ini bukti bahwa beban masyarakat menjadi berkurang, sehingga imunitasnya bertambah. Ini yang saya lihat yang terjadi di seluruh Indonesia seperti itu, termasuk di Surabaya dan di Sidoarjo, dari sini Pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan kepada masyarakat yang menggunakan transportasi publik," paparnya saat dihubungi, Jumat (10/9/2021).

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Permudah Persyaratan Transportasi Publik

Orang-orang memakai masker setelah turun dari kereta api pada jam sibuk pagi hari di stasiun Waterloo di London, Rabu (13/7/2021). Wali Kota Sadiq Khan menekankan transportasi publik di London akan terus memberlakukan kewajiban memakai masker setelah Senin (19/7) mendatang. (AP Photo/Matt Dunham)

Bambang mengatakan, transportasi publik jarak jauh, baik dengan pesawat maupun kapal laut dan kereta api, merupakan kegiatan yang sesaat dan singkat bagi seluruh kegiatan masyarakat itu sendiri.

Sehingga, pemerintah tidak perlu membuat kebijakan dengan persyaratan yang begitu ribet dan tumpang tindih dengan mendorong menggunakan transportasi publik. Pasalnya, penggunaan transportasi pribadi malah sulit dipantau. 

"Sehingga dengan tranportasi publik pergerakan masyarakat bisa dipantau lebih maksimal, karena identitas KTP terdata di transportasi publik. Jadi persyaratan tumpang tindih antara vaksin 2 kali maupun Antigen dan PCR yang menjadi beban masyarakat menggunakan transportasi publik supaya di tinjau ulang," ujarnya. 


Kualitas Vaksin Pemerintah

Vaksinator mengikuti Vaksinasi Gotong Royong yang digelar Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI), di Jakarta, Rabu (28/07/2021). Vaksinasi diikuti pengurus AFPI dan karyawan platform Fintech Pendanaan terdaftar dan berizin OJK. (Liputan6.com/HO/Ading)


Bambang yakin, vaksinasi pemerintah akan mampu menekan penyebaran pandemik COVID-19. Sehingga para penumpang tak perlu dibebani lagi kewajiban antigen atau pun PCR. 

"Yang terpenting ditranportasi publik syarat protap kesehatan jaga jarak, pakai masker tetap dilakukan," kata Bambang yang juga Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Dikatakan Bambang, persyaratan menggunakan transportasi publik dengan Antigen dan PCR yang berlaku satu hari atau dua hari sebelum bepergian tidak menjamin bahwa mereka bebas dari terpaparnya COVID-19. Karena selama setelah melaksanakan tes Antigen dan PCR mereka masih menunggu hasilnya, antara satu jam sampai dengan satu hari.

"Kemudian, selama perjalanan di darat apakah ada jaminan untuk tidak tertular. ini tidak ada alasan bagi para pengguna transportasi publik harus antigen atau PCR," paparnya. 


Tes antigen PCR membebani penumpang publik

Percepatan vaksinasi Covid-19 yang digelar di Mapolres Tuban. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Bambang mengatakan, persyaratan tes antigen dan PCR sangat membebani masyarakat ketika melakukan perjalanan ke luar kota. Ketentuan tersebut, menurutnya sebaiknya dihilangkan sebagai persyaratan mempergunakan sarana transportasi publik di Indonesia. 

“Tes Antigen dan PCR hanyalah syarat formalitas, tapi bukan untuk kepentingan pencegahan, lebih baik ini di hilangkan, karena masyarakat sangat terbebani dan sulit ekonominya," tegasnya. 

Dia mencontohkan, seperti negara-negara seluruh dunia, masyarakat yang menggunakan transportasi publik domestik tidak ada persyaratan Vaksin dan tes Antigen maupun PCR melainkan hanya di thermo test (cek suhu tubuh), hanya di Indonesia yang memiliki kebijakan persyaratan tumpang tindih.

Kecuali, bila biaya antigen atau PCR dibebankan kepada pemerintah. Tetapi ini pasti akan membebani APBN yang bersumber dari uang rakyat.

Bambang menambahkan, penumpang transportasi laut menjadi ujung tombak dari transportasi antar pulau karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau menggunakan transportasi laut. Mereka adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah. 

Maka beban menggunakan persyaratan Antigen dan PCR sangat membebani masyarakat yang menggunakan transportasi publik tersebut, dan beban Antigen maupun PCR kadang jauh lebih besar daripada harga tiket transportasi publiknya.

Sehingga semestinya persyaratan tersebut dihilangkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya