Liputan6.com, Jakarta Tingkat penetrasi asuransi di Indonesia saat ini masih cukup rendah. Hal ini menjadi peluang bagi perusahaan asuransi untuk memperkuat bisnisnya.
Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia tercatat baru sebesar 1,41 persen pada tahun 2019, sedangkan penetrasi asuransi umum di Indonesia hanya 0,58 persen. Rendahnya penetrasi ini sejalan dengan tingkat literasi industri asuransi yang juga masih minim. Survei OJK menyebutkan, tingkat literasi industri asuransi berada diangka 19,40 persen pada 2019.
Advertisement
"Memang kami melihat industri asuransi industri yg kompleks karena produk asuransi bukan produk yang mudah dipahami nasabah. Beda dengan perbankan seperti deposito, tabungan yang relatif mudah untuk mendapatkan literasi, sehingga memang literasinya (asuransi) harus lebih dalam lagi," ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat FGD dengan MPR seperti ditulis, Jumat (10/9/2021).
Selain literasi produk asuransi yang rendah, Dia menilai masyarakat juga tidak paham mengenai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Menurut Tiko, sapaan akrab Kartika, kemampuan masyarakat untuk bisa membaca kesehatan perusahaan asuransi sangat tergantung transparansi dan akuntansi dari pengawas dalam hal ini OJK.
"Jadi literasi kesehatan asuransi juga penting. Kalau bank relatif lebih mudah dilihat kesehatannya. Tapi asuransi sulit dipahami mana yang sehat dan yang tidak sehat karena tidak ada parameter mudah untuk mlihat ksehatan itu. Memang ada RBC tapi itu sangat gelondongan, jadi tidak melihat kekuatan asuransi secara detail mulai dari aset, liability, manajemennya, kelayakan investasinya. Disitu mulai muncul permasalahan karena nasabah yang membeli produk asuransi tanpa memahami produk itu dan kesehatan perusahaan itu juga," jelas Tiko.
Lebih lanjut, industri ini juga mengalami miss selling karena asuransi diposisikan sebagai investasi. Lebih dari 90 persen portofolio asuransi jiwa sifatnya adalah investasi, bukan sebagai proteksi.
Berangkat dari hal tersebut, Kementerian BUMN pun membentuk holding asuransi dan penjaminan yakni Indonesia Financial Group (IFG) yang beranggotakan PT Jasa Raharja, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo), PT Bahana Sekuritas, PT Bahana TCW Investment Management, PT Bahana Artha Ventura, PT Bahana Kapital Investa dan PT Graha Niaga Tata Utama.
Ada empat peran utama yang diemban IFG agar para anggota holding dapat menggarap potensi industri asuransi yang sangat besar. Pertama, memberikan perumusan strategis termasuk arahan/fokus bisnis dan pengembangan produk / bisnis baru Kedua, meningkatkan standar manajemen risiko, standar aktuari pelaporan (accounting) dan kebijakan tata kelola perusahaan lainnya
Ketiga, memberikan gwdance terkait pengelolaan keuangan termasuk portofolio investasi, melakukan fundraising dengan me-leverage group balance sheet. dan Keempat, memberikan rumusan strategis dan melakukan sinergi grup terkait pengelolaan SDM dan kapabilitas digital.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perubahan Positif
Indikasi awal menunjukkan perubahan yang positif pada anggota holding asuransi dan penjaminan. Sebut saja review atas praktik akuntasi dan aktuaria menunjukan kekurangan pencadangan teknis yang signifikan terutama pada line of business asuransi kredit. Kemudian Re-alignment fokus bisnis mengurangi persaingan yang tidak sehat antar anggota holding.
Dan transformasi bisnis model termasuk eliminasi pihak ketiga terhadap bisnis kumpulan yang recurring meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Tiko menjelaskan, kehadiran IFG karena Kementerian BUMN menyadari bahwa industri asuransi adalah industri yang sangat fundamental bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Kementerian BUMN yakin kehadiran IFG dapat berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat dan berperan dalam pembangunan nasional melalui pengembangan industri keuangan lengkap dan inovatif melalui layanan investasi, perasuransian dan penjaminan. Selain itu, Kementerian BUMN akan memastikan IFG akan melakukan proses transformasi anak perusahaan agar memiliki produk dan layanan asuransi yang sehat.
"Tapi asuransi itu industri yang sangat fundamental, peranan asuransi sebagai perlindungan sosial itu fundamental baik asuransi yang disediakan pemerintah maupun swasta itu sangat fundamental karena terkait kesejahteraan masyarakat. Jadi gabungan basic coverage yang disediakan pemerintah (BPJS) dan asuransi komersial itu sangat fundamental menciptakan kesejahteraan masyarakat di masa depan," tutupnya.
Advertisement