Liputan6.com, Jakarta - Selama masa Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat maupun Level sejak 3 Juli 2021, kegiatan masyarakat sangat dibatasi. Pembatasan itu semestinya menurunkan tingkat polusi udara, terutama di kota besar seperti Jakarta.
Faktanya, kebijakan PPKM dipastikan tidak membawa perubahan yang signifikan pada kualitas udara Kota Jakarta. Polusi udara di wilayah Jakarta dilaporkan justru semakin memburuk. Padahal, pengendalian terhadap pencemaran udara berperan penting dalam mengurangi jumlah pasien ataupun angka kematian akibat Covid-19.
Baca Juga
Advertisement
Situasi itu membuat Pemprov DKI berusaha mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Mereka menyusun tujuh rencana aksi perbaikan kualitas udara di Ibu Kota.
Tujuh rencana aksi perbaikan kualitas udara di Jakarta ini diunggah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melalui akun Instagramnya pada 10 September 2021. "7 Rencana Aksi Perbaikan Kualitas Udara Jakarta dari @dinaslhdki. Halo Sahabat Lingkungan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya melakukan tujuh inisiatif rencana aksi untuk perbaikan kualitas udara di Jakarta," tulis Anies di awal unggahannya.
"Tujuh inisiatif ini tertuang dalam Intruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara," tambahnya.
Berdasarkan infograsi yang ditampilkan, aksi perbaikan kualitas udara Jakarta yang pertama adalah memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan. Lalu, menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada 2020.
Kedua, mendorong partipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap, peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum massal pada 2019. Ada pula penerapan kebijakan congestion pricing yang dikaitkan pada pengendalian kualitas udara pada 2021.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Energi Terbarukan
Ketiga, memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai pada 2019 dan memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun yang beroperasi di Jakarta pada 2025. Keempat, mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. Caranya, melalui pembangunan fasilitas pejalan kaki di 25 ruas jalan protokol, arteri dan penghubung ke angkutan umum massal.
Yang kelima, memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak, khususnya pada cerobong industri aktif yang menghasilkan polutan melebihi nilai maksimum baku mutu emisi. Keenam, mengoptimalkan penghijauan pada sarana dan prasarana publik dengan mengadakan tanaman berdaya serap polutan tinggi. Selain itu, mendorong adopsi prinsip green building oleh seluruh geudng melalui penerapan insentif dan disinsentif.
Terakhir, merintis peralihan ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dengan menginstalasi solar panel rooftop pada seluruh gedung sekolah, gedung pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. "Yuk kita sama-sama melakukan upaya seperti uji emisi kendaraanmu untuk mendukung Jakarta Langit Biru," tutup Anies dalam unggahannya.
Advertisement
Sumber Polutan
Menurut Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia, mereka membandingkan data yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Juni dan Juli 2021. Berdasarkan status Baku Mutu Udara Ambient (BMUA) PM 2,5 di stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) milik DKI dan kantor Kedubes Amerika Serikat (AS), kandungan polusi udara pada Juli 2021 lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.
"Sepanjang Juli lalu menunjukkan peningkatan sampai 4--6 kali lipat dibanding pada bulan Juni," terang Bondan dalam Media Briefing Koalisi Ibukota, Selasa, 10 Agustus 2021. Dia menambahkan, terlihat juga bahwa konsentrasi PM 2.5 saat PPKM Darurat masih lebih tinggi dibandingkan saat diberlakukannya PPKM Mikro.
Hal menarik terjadi pada kandungan PM 2,5 di titik Bundaran HI, Jakarta Pusat. Berdasarkan data, kandungan PM 2,5 pada Juli 2021 lebih rendah dibandingkan Juli 2019. Namun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.
"Hal tersebut terjadi akibat curah hujan di titik Bundaran HI pada Juni 2021 lebih tinggi dibandingkan Juli 2021," ucapnya. Hal itu bisa membantu pencucian atau peluruhan partikel halus di udara. Bondan mengaku masih memerlukan riset khusus untuk memastikan dari mana sumber polutan di Jakarta. Bisa jadi polutan di Jakarta adalah kiriman dari daerah lain.
Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar?
Advertisement