Pemda Garut Siaga Hadapi Eksodus Warga Afganistan

Sebagai salah satu perlintasan laut di wilayah Samudera Hindia, pesisir pantai selatan Garut kerap menjadi persinggahan imigran gelap pencari suaka.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 15 Sep 2021, 08:00 WIB
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Garut, Wahyudijaya mengatakan, sebagai salah satu perlintasan laut di wilayah Samudera Hindia, pesisir pantai selatan Garut kerap menjadi persinggahan imigran gelap pencari suaka. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Pemerintah daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat segera menyiagakan aparatnya di sepanjang perairan pantai selatan Garut, terhadap kekhawatiran munculnya eksodus pengungsi Afganistan setelah negara itu dikuasai kelompok Taliban.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Garut, Wahyudijaya mengatakan, sebagai salah satu perlintasan laut di wilayah Samudera Hindia, pesisir pantai selatan Garut kerap menjadi persinggahan imigran gelap pencari suaka.

"Kita berbicara pengalaman sejarah saja, karena Garut ini strategis jalur perlintasan dunia," ujar dia saat ditemui di kantornya, Senin (13/9/2021).

Dalam kasus pertama konflik Afganistan dua dekade lalu, perairan Pantai Rancabuaya, Kecamatan Caringin, beberapa kali menjadi sandaran para imigran gelap.

"Afganistan juga kan dulu pernah bersandar di pantai selatan, waktu konflik pertama Afghanistan, dengan target utamanya Australia melalui Pulau Christmas," ujarnya.

Berkaca dari itu, Pemda Garut mulai menyiagakan patroli laut, terhadap kemungkinan masuknya imigran dari salah satu negara Asia Tengah tersebut.

"Taliban ini identik dengan kekerasan, walaupun plafon taliban saat ini ada semacam pergeseran atau perubahan ke arah ekspansi kekuasaan," ujarnya.

Meskipun demikian, kehadiran Taliban sebagai penguasa baru Afganistan, tetap menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran penduduknya, hingga menimbulkan eksodus besar-besaran.

"Taliban juga termasuk kelompok yang identik dengan perjuangan yang terkoptasi dengan kepentingan luar seperti Osama Bin Laden sendiri kan warga Arab Saudi," dia mengingatkan.

Kekhawatiran itu cukup beralasan, gaya kepemimpinan Taliban yang menggunakan hukum Islam secara ketat, menimbulkan ketakutan bagi warga.

"Hukuman rajam (bagi pezina), potong tangan, perempuan wajib berkerudung menurut kacamata pandangan barat itu kan tidak berperikemanusiaan," ujarnya.

Namun, Wahyu menghargai setiap upaya penegakan hukum di salah satu negara bekas kekuasaan Uni Soviet tersebut.

"Kalau kita lihat melalui persoalan syar’i itu (hukuman) hanya shock therapy, kalau enggak mau dirajam ya jangan berzina, kalau enggak mau dipotong tangan, jangan mencuri,” kata dia.

Untuk menghindari masuknya imigran asal Afganistan, Wahyu mengaku telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi, termasuk lembaga lainnya.

"Kita tidak punya hak untuk mengeksekusi (menolak), tetap menerima mereka kemudian meminta klarifikasi mengenai kelengkapan dokumentasi dan identitas mereka, sementara kalau eksekusi tetap pihak imigrasi," papar dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya