Tak Diperbolehkan Menolak Siswa Disabilitas, Kemensos Minta Sekolah Lebih Fleksibel

Anak disabilitas memiliki hak yang sama dengan anak lainnya untuk mengenyam pendidikan. Namun, berbagai kendala seperti akomodasi masih menjadi tantangan tersendiri.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Sep 2021, 18:00 WIB
Firdaus merupakan siswa penyandang tunanetra yang sedang menuntaskan pendidikan di sekolah inklusi SMP Muhammadiyah 03, Kabupaten Banyuwangi.

Liputan6.com, Jakarta Anak disabilitas memiliki hak yang sama dengan anak lainnya untuk mengenyam pendidikan. Namun, berbagai kendala seperti akomodasi masih menjadi tantangan tersendiri.

Misal, dari segi desain bangunan, sekolah diminta membuat lingkungan yang akses sehingga dapat dinikmati oleh seluruh peserta didik. Desain bangunan berundak-undak dan sulit dilewati murid berkursi roda perlu dihindari.

Namun, di beberapa sekolah hal ini sulit diterapkan mengingat ada masalah lain seperti luas lahan yang tak cukup. Seperti disampaikan pihak SMAN 64 Jakarta, Eko.

Menurutnya, di Jakarta lahan sekolah sudah sangat terbatas dan pengembangan sekolah hanya bisa dilakukan ke atas. Di sisi lain, ruangan-ruangan di lantai dasar sudah digunakan sebagai ruang guru, aula, dan ruangan lainnya.

Sedang, yang siswa difabel yang mendaftar hanya ada satu atau dua orang. Ia pun bertanya terkait tindakan yang perlu sekolah lakukan.

“Apakah kita diperbolehkan menolak siswa disabilitas dan mengarahkannya ke sekolah lain jika kondisinya seperti itu? Karena kita tidak bisa menyamankan apalagi mengamankannya dengan kondisi sekolah, tapi di sisi lain setiap anak memang memiliki hak yang sama,” katanya dalam konferensi pers daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ditulis Selasa (14/9/2021).


Jawaban Kemensos

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia, Eva Rahmi Kasim, MDS menjawab pertanyaan tersebut.

Menurutnya, semua anak berhak mendapat pelayanan sekolah walaupun hanya satu atau dua anak.

“Kondisi seperti ini bukan berarti anak harus ditolak. Jika ini terjadi, bisa kena somasi apalagi sekarang kita sedang menyiapkan komite Nasional Disabilitas (KND) yang tugasnya melakukan pemantauan, evaluasi, dan implementasi hak advokasi penyandang disabilitas,” katanya dalam acara yang sama.

“Apakah anak ditolak hanya dengan alasan anak cuma satu dan tidak ada fasilitas? Itu menurut saya sangat-sangat kasihan cara berpikir seperti itu.”


Fleksibilitas

Eva menambahkan, pihak sekolah harus fleksibel dalam menangani masalah ini. Misal, jika anak tidak dapat mengakses lantai dua maka tempatkan anak di lantai dasar.

“Jika anak kelas dua tempatnya di lantai dua dan seterusnya, kan bisa tukar kelas. Tidak perlu semua murid kelas dua jadi di bawah, tapi hanya satu kelas saja, kita perlu menerapkan fleksibilitas.”

Ia menegaskan, sekolah di Jakarta memang minim lahan, tapi strategi pendidikan tidak minim inovasi.

“Jadi bagaimana fleksibilitas pengelola sekolah, guru sekolah, dalam memberikan layanan terbaik untuk anak. Coba kita tampilkan empati kita, bagaimana kalau anak disabilitas itu anak sendiri atau keluarga sendiri,” pungkasnya.


Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya