Liputan6.com, Jakarta - Muncul prediksi tentang badai matahari yang diprediksi bisa memicu kiamat internet. Penelitian itu menyebut perangkat internet terancam online hingga hitungan minggu bahkan bulan.
Kabar itu menjadi artikel terpopuler di kanal global Liputan6.com, Selasa (14/9/2021).
Advertisement
Melonjaknya COVID-19 di negeri jiran Malaysia juga menjadi sorotan. Kasus di Malaysia sudah nyaris 2 juta kasus dan merupakan yang terparah di Asia Tenggara.
Ada pula kabar tentang Taliban yang ternyata membutuhkan bantuan dari China, pasalnya mereka butuh uang tetapi negara-negara barat masih enggan berurusan dengan kelompok tersebut. China pun dinilai sebagai alternatif untuk mencari bantuan.
Berikut daftar artikelnya:
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Badai Matahari
Sebuah studi baru memberikan peringatkan bahwa badai matahari super yang terjadi sekali dalam sekitar satu abad, dapat menjerumuskan dunia ke dalam kiamat Internet.
Dikutip dari laman gadgets.ndtv.com, ,atahari terus-menerus membombardir Bumi dengan partikel elektromagnetik. Normalnya, partikel-partikel yang menciptakan angin matahari biasanya dikirim ke kutub oleh perisai magnet Bumi yang pada akhirnya melindungi planet ini dari kerusakan nyata.
Advertisement
2. Kasus COVID-19 di Malaysia Nyaris 2 Juta
Total kasus COVID-19 di dunia mencapai 224,6 juta berdasarkan data Johns Hopkins University, Senin (13/9). Angka kematian 4,6 juta, dan total vaksinasi sudah 5,6 miliar dosis.
Selama 28 hari terakhir, ada 17,4 juta kasus baru dan 270 ribu kematian.
Negeri jiran Malaysia masih menjadi negara dengan kasus terparah di Asia Tenggara. Selama hampir sebulan terakhir, ada setengah juta kasus baru.
3. Taliban Butuh Bantuan China
Mantan penasihat presiden Afghanistan angkat bicara soal pentingnya posisi Afghanistan bagi China. Hal ini pun berpengaruh kepada kedekatan Taliban dan China, meski dua pihak itu berbeda.
"Kepentingan mereka murni bersifat ekonomi dan politik," ujar Mohammad Shafiq Hamdan, mantan deputi penasihat keamanan bagi Presiden Ashraf Ghani, kepada CNBC, dikutip Senin (13/9).
Advertisement