Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdulah meminta pemerintah mengejar wajib pajak kelas kakap dibanding menerapkan PPN sembako.
Sebab, jumlah potensi PPN sembako tergolong kecil dibandingkan dengan penghindaran pajak yang masih banyak terjadi.
Advertisement
"PPN sembako yang sudah memasukkan semua pengeluaran orang kaya dan miskin hanya Rp21 triliun di 2020. Bagaimana dengan ada potensi transfer pricing yang puluhan triliun. Atau penghindaran pajak yang puluhan triliun itu masu dikemanakan?" kata Rusli, Jakarta, Selasa (14/9).
Rusli mengatakan, jika ingin mendongkrak penerimaan pajak, pemerintah sebaikbya mengoptimalkan PPh pribadi kelas menangah atas. Hal inu diyakini mampu memberi dampak signifikan pada penerimaan pajak.
"Dari sisi pajak penghasilan, lebih baik optimasi PPh pribadi kelas menengah ke atas," jelasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Konsumsi Masyarakat
Selain PPh pribadi, pemerintah juga diminta menarik PPN dari barang dan minuman jadi. Sebab, konsumsi masyarakat untuk makanan dan minuman jadi cukup tinggi.
"Kedua optimasi PPN pada barang makanan dan minuman jadi. Itu spendingnya lumayan besar. Spending per kapita untuk makanan jadi Rp206.000 per bulan. Degan perhitungan sama pada PPN Sembako diperoleh porensi Rp16,2 triliun," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement