Sederet Aturan Baru yang Diterbitkan Jokowi soal Disiplin PNS

Aturan yang baru diterbitkan Jokowi itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 15 Sep 2021, 07:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS seusai membuka Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan aturan baru. Kali ini terkait Pegawai Negri Sipil (PNS).

Aturan yang baru diterbitkan Jokowi itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Di dalamnya berisi tentang kewajiban, larangan, hingga hukuman disiplin bagi PNS yang melanggar ketentuan.

"PNS wajib menaati kewajiban dan menghindari larangan," demikian bunyi Pasal 2 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan PP, Selasa 14 September 2021.

Salah satunya menekankan bahwa PNS harus netral dalam Pemilu dan tak boleh memberikan dukungan kepada calon presiden maupun calon kepala daerah manapun.

"PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/WakilPresiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," demikian bunyi Pasal 5.

Berikut sederet aturan baru yang diteken Jokowi soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dihimpun Liputan6.com:

 


1. PNS Miliki 17 Kewajiban

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato pada upacara peringatan HUT ke-45 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Silang Monas, Jakarta, Selasa (29/11). Acara dihadiri ribuan PNS lintas instansi berpakaian adat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Aturan ini berisi tentang kewajiban, larangan, hingga hukuman disiplin bagi PNS yang melanggar ketentuan.

"PNS wajib menaati kewajiban dan menghindari larangan," demikian bunyi Pasal 2 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan PP, Selasa 14 September 2021.

Dalam PP itu, dijelaskan bahwa PNS memiliki 17 kewajiban. Salah satunya, PNS wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Sesuai Pasal 7, PNS yang tidak menaati ketentuan akan dijatuhi hukuman disiplin.

 


2. Tingkatan Hukuman Disiplin

Presiden Joko Widodo atau Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani, MenPANRB Asman Abnur, dan Seskab Pramono Anung saat memberi keterangan terkait THR di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun hukuman disiplin terdiri dari tiga tingkatan yakni, ringan, sedang, dan berat. PNS yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja dapat dikenakan sanksi berupa teguran tertulis hingga pemberhentian.

"Pemberhentian dengan hormat tidak ataspermintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam 1 tahun," bunyi Pasal 11.

PNS juga dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja. Sanksi berat lainnya yaitu, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan apabila PNS tak masuk kerja selama 21-24 hari dalam satu tahun.

Kemudian, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25 sampai 27 hari kerja satu tahun.

 


3. Aturan soal Pemotongan Tunjangan Kinerja

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). (Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden RI)

Aturan ini juga mengatur soal hukuman disiplin sedang bagi PNS yang melanggar ketentuan masuk kerja dan jam kerja. Hukumannya berupa pemotongan kinerja 25 persen selama 6 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah secara kumulatif selama 11-13 hari kerja dalam satu tahun.

"Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14 sampai dengan 16 hari kerja dalam 1 tahun," demikian bunyi Pasal 10 ayat 2.

Selanjutnya, pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17-20 hari kerja dalam satu tahun.

Terakhir, ada hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan bagi PNS yang tak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja. Teguran lisan diberikan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 3 hari kerja dalam 1 tahun.

Lalu, teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4 sampai 6 hari kerja dalam 1 tahun. Adapula sanksi berupa pernyataan tidak puas secara tertulis apabila tak masuk kerja selama 7-10 hari kerja dalam 1 tahun.

"Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan," demikian bunyi Pasal 15.

 


4. PNS Tak Netral di Pemilu Bisa Dipecat

Ratusan ASN atau PNS di lingkungan Setda Garut, Jawa Barat, akhirnya kembali melayani masyarakat, setelah sepekan lingkungan Setda diisolasi, akibat penyebaran Covid-19.

Kemudian aturan itu salah satunya menekankan bahwa PNS harus netral dalam Pemilu dan tak boleh memberikan dukungan kepada calon presiden maupun calon kepala daerah manapun.

"PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/WakilPresiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," demikian bunyi Pasal 5 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan PP.

Adapun PNS yang terbukti melanggar tak bersikap netral dalam Pemilu dapat dikenakan hukuman disiplin berat yang terdiri dari, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.

Selain itu, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan hingga pemberhentian dengan hormat.

"Hukuman disiplin berat dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," bunyi Pasal 14.

Hukuman disiplin berat diberikan kepada PNS yang terbukti menjadi peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.

Kemudian, membuat keputusan dan/atau tindakan yangmenguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Lalu, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Mulai dari, pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

"Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk," jelas PP 94 tahun 2021.

Sementara itu, PNS yang menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS sebagaimana akan dijatuhi hukuman disiplin sedang. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari, pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan hingga 12 bulan.

"Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan tetap berlaku," bunyi Pasal 40.


Kenaikan Tunjangan PNS Jabatan Fungsional hingga Rp 1,7 Juta

Infografis Kenaikan Tunjangan PNS Jabatan Fungsional hingga Rp 1,7 Juta. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya