Liputan6.com, Jakarta - Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar di sebelah utara, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman di sebelah barat, serta di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Luas daerahnya mencapai 3.354,30 kilometer persegi, sekitar 7,94 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat.
Terdapat tiga gunung berapi yang tidak aktif di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu Gunung Sago, Gunung Bungsu, dan Gunung Sanggul. Sekitar 17 buah sungai besar dan kecil dimanfaatkan oleh masyarakat untuk irigasi.
Baca Juga
Advertisement
Kabupaten Lima Puluh Kota terbagi ke dalam 13 kecamatan. Kecamatan terluas berada di Kecamatan Kapur IX sebesar 723,36 kilometer persegi, sedangkan kecamatan terkecil berada di Kecamatan Luak sebesar 61,68 kilometer persegi
Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 383.525 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan sebanyak 191.789 jiwa, sementara laki-laki sebanyak 191.736 jiwa. Kecamatan Luak menjadi kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi.
Tentunya, masih banyak hal menarik lainnya yang berada di kabupaten ini. Berikut enam fakta menarik dari Kabupaten Lima Puluh Kota yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Asal Mula Nama Lima Puluh Kota
Nama kabupaten ini berasal dari peristiwa datangnya 50 rombongan dari Pariangan Padang Panjang, untuk mencari wilayah pemukiman di kaki Gunung Sago. Rombongan ini berangkat dari Pariangan Padang Panjang menuju ke beberapa daerah yang berbeda di wilayah kabupaten ini.
Sebelum menuju tempat pemukiman yang mereka inginkan, para rombongan tersebut beristirahat di sebuah padang luas. Ketika pagi tiba, mereka kehilangan lima rombongan. Setelah bertanya-tanya, para rombongan mengatakan ‘antahlah’ sehingga, padang luas ini kini bernama Padang Siantah.
2. Kelok Sembilan
Kelok Sambilan atau kelok sembilan ini merupakan kawasan jalan layang yang berada di kawasan hutan lindung. Sungai yang berada di kawasan hutan lindung ini membentang sepanjang kawasan hutan, membuat jalan yang dibangun menjadi berkelok-kelok.
Kawasan ini dihiasi dengan tebing dan bukti-bukti tinggi. Kelok Sembilan digunakan pula sebagai tempat acara balap sepeda kelas dunia yang bernama Tour de Singkarak. Masyarakat terkadang menggunakan kawasan ini sebagai spot foto hingga lokasi syuting video musik.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
3. Lembah Harau
Lembah Harau merupakan ngarai yang terletak di Kecamatan Harau, sekitar dua kilometer dari pusat pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota. Lembah ini diapit oleh dua bukit cadas yang terjal dengan ketinggian 100-150 meter.
Lembah ini dikelilingi pemandangan batu granit dan lembah yang subur. Batu-batu granit itu memiliki ketinggian 80 hingga 300 meter. Selain itu, terdapat tujuh buah air terjun yang menghiasi kawasan ini. Air terjun ini memiliki tinggi rata-rata 50-90 meter.
Lembah Harau telah menjadi salah satu objek wisata andalan di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketersediaan penginapan. Salah satu atraksi yang patut dijajal adalah memanjat tebing di beberapa spot Lembah Harau.
4. Cagar Budaya Megalit Limapuluh Kota
Peninggalan megalit yang berupa menhir ini tersebar di delapan kecamatan di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Guguak, Kecamatan Suliki, Kecamatan Akabiluru, Kecamatan Harau, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Bukik Barisan, dan Kecamatan Gunuang Omeh.
Menhir peninggalan zaman purba ini memiliki ornamen hias. Peninggalan ini berfungsi sebagai tanda kubur dan digunakan dalam upacara pemujaan arwah nenek moyang. Di Kecamatan Suliki, tepatnya di Situs Megalit Anding, terdapat 11 menhir dengan satu di antaranya berukuran besar seperti gunungan wayang kulit.
Advertisement
5. Rumah Gadang Sungai Baringin
Rumah Gadang Sungai Baringin terletak di Kecamatan Payakumbuh, sekitar 13 kilometer dari ibu kota kabupaten, Sarilamak. Komplek rumah ini diabngun oleh Nasrul Chas yang merupakan seorang pengusaha kaya pendiri Hotel Pusako Bukittinggi.
Rumah Gadang menjadi ciri khas wilayah Sumatera Barat, tetapi Rumah Gadang Sungai Baringin memiliki keunikan tersendiri. Dinding rumah ini terbuat dari kayu jati yang diberi motif ukiran khas Minagkabau. Motif-motif khas Minangkabau seperti itiak pulang patang, saik galamai, dan kaluak paku.
Rumah ini memiliki sembilan buah tiang penyangga yang berarti pada Rumah Gadang ini terdapat sembilan ruangan. Pada samping kanan Rumah Gadang Sungai Baringin terdapat medan nan balinduang yang berfungsi sebagai tempat pagelaran seni, seperti drama, tarian, dan musik.
6. Tradisi Bakajang
Bakajang merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Kanagarian (desa) Gunuang Malintang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Tradisi ini dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri. Tujuannya untuk mengumpulkan anak rantau dengan Anak Nagari. Dalam kegiatan ini juga dihadirkan berbagai perahu yang sudah dihias dengan berbagai macam hiasan yang menarik.
Istilah Bakajang berasal dari kata Kajang yang merupakan sebuah sampan. Sampan ini dibuat dengan menggunakan triplek, kayu, serta berbagai hiasan lainnya sehingga menyerupai kapal pesiar yang mewah.
Dulunya, para niniak mamak (para penghulu Minangkabau) menggunakan Kajang sebagai sarana transportasi dari Candi Muara Takus menuju Gunung Malintang dengan menyusuri Sungai Batang Mahat. Kajang biasanya dibuat oleh para pemuda dan dihias oleh pemudi dari Kenagarian Gunung Malintang. (Gabriella Ajeng Larasati)
Ancaman Klaster Covid-19 di Lokasi Wisata
Advertisement