Farhan Angkat Bicara soal Mandeknya Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Dalam tata tertib pasal pembahasan telah menghabisakan tiga masa persidangan dan dua tambahan masa persidangan untuk RUU PDP.

oleh Panji Prayitno diperbarui 16 Sep 2021, 15:00 WIB
Anggota DPR RI Muhammad Farhan. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Cirebon - Upaya perlindungan data pribadi masyarakat dalam penanganan covid-19 dianggap belum final.

Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) masih alot di DPR. Anggota komisi 1 DPR RI dari Fraksi Nasdem Muhammad Farhan mengatakan, terhambatnya pengesahan RUU PDP karena belum ada kejelasan terkait statuta pemegang otoritas penuh penindakan.

"Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) perlu diperkuat untuk membangun pertahanan dan keamanan siber di Indonesia. Penguatan legislasi dan anggaran negara untuk membangun jaringan pertahanan dan keamanan siber nasional," ujar Farhan dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Rabu (15/9/2021).

Farhan menjelaskan, BSSN salah satu perangkat negara yang harus diperkuat untuk melawan kebocoran data. Dilapisi payung hukum yang kuat yaitu Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.

Dia mengatakan, dalam tata tertib RUU PDP, pasal pembahasan telah menghabisakan tiga masa persidangan dan dua tambahan masa persidangan.

"Kami ajukan agar pimpinan DPR RI dan Badan Musyawarah 9 Fraksi di DPR RI memberikan kembali kesempatan bagi menuntaskan RUU PDP. Memang masih deadlock karena masih ada beberapa poin yang belum disepakati oleh Pemerintah dengan Komisi 1," katanya.

Farhan menuturkan, pembahasan RUU PDP yang alot berada pada belum adanya kejelasan terkait statuta pemegang otoritas penuh penindakan.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Kepentingan RUU PDP

Selain itu, belum ada kejelasan batasan jangkauan kategori data yang wajib dilindungi.

"Terjadi perdebatan apakah agregasi data pribadi termasuk salam subjek perlindungan data pribadi. Perdebatan apakah perlindungan data pribadi, selain mengatur perlindungan data elektronik juga mengatur perlindungan data non elektronik?" ujar Farhan.

Menurutnya, dalam RUU PDP terdapat tiga kepentingan menyesuaikan dengan ekosistem digital di Tanah Air, yaitu, kepentingan bisnis, layanan publik, dan kepentingan politik.

Kepentingan bisnis atau ekonomi adalah kepentingan para pelaku bisnis digital yang melakukan monetasi atas data pribadi yang dikumpulkan, dikuasai, dikelola, dan diolah, baik itu untuk kepentingan bisnis iklan (adsense), konsultasi marketing ataupun direct selling.

"Kepentingan layanan publik menyangkut masalah administrasi publik untuk layanan kesehatan publik, pendidikan nasional, pendaftaran pemilihan umum, penelitian ilmiah, sensus penduduk, sensus ekonomi, sensus pertanian dan penegakan hukum. Dalam hal ini pemerintah juga berkepentingan untuk melindungi data karya hak cipta budaya, seni dan ilmiah," dia menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya