Jubir Presiden Jokowi Irit Bicara soal Pemecatan Pegawai KPK 30 September 2021

Fadjroel Rachman hal itu adalah kewenangan KPK sebagai lembaga independen.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 16 Sep 2021, 13:00 WIB
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kanan), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kiri), dan Wali Kota Bogor Bima Arya (kedua kiri) saat meninjau vaksinasi COVID-19 di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/6/2021). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara (Jubir) Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Fadjroel Rachman enggan berkomentar banyak soal sikap Presiden terkait nasib pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dan akan dipecat pada 30 September 2021.

Menurut dia, hal itu adalah kewenangan KPK sebagai lembaga independen.

"KPK lembaga independen sehingga segala hal terkait KPK menjadi wewenang KPK. Mohon wawancara Jubir atau Komisioner KPK," kata Fadjroel saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (16/9/2021).

Pernyataan Fadjroel hampir sama dengan yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko beberapa waktu lalu.

Moeldoko menyinggung soal strukur organisasi dan tanggung jawab tugas dari sebuah institusi.

Menurut dia, tidak semua urusan badan atau lembaga yang berpolemik dengan persoalan internal lantas dibawa ke tangan presiden untuk diselesaikan.

Hal ini disampaikannya menanggapi pertanyaan wartawan terkait sejumlah pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK.

"Kita berbicara struktur ya, dalam struktur itu ada kotak, organisasi itu struktur ada kotak, dalam kotak itu ada pejabatnya. Dalam pejabatnya itu ada job description-nya, tugas dan tanggung jawabnya. Jangan semua persoalan itu lari ke presiden," tutur Moeldoko kepada wartawan, Rabu,18 Agustus 2021.

Menurut dia, Presiden membutuhkan ruang yang lebih besar untuk mengurus negara dengan pikirannya. Untuk itu, hal yang menyangkut kendala teknis jajaran bawahan sebagai pembantunya yang menjalankan.

"Berilah ruang kepada presiden untuk berpikir yang besar. Persoalan-persoalan teknis pembantu yang menjalankan. Itu memang strukturnya harus begitu. Agar apa? Agar struktur organisasi bernegara ini berjalan efektif, kalau nggak nanti berbelit nanti," jelas Moeldoko. 

 


Bentuk Pembangkangan

Sementara itu, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap tak menduga kalau pimpinan KPK berani mengambil keputusan memecat 57 pegawai, tanpa keputusan dari Presiden Joko Widodo.

Dia menilai keputusan pemecatan merupakan bentuk pembangkangan terhadap perintah Presiden Jokowi.

"Namun ternyata pada hari ini kami tidak menduga bahwa pimpinan KPK berani membangkang terhadap perintah Presiden. Berani memberhentikan 56 pegawai KPK artinya pimpinan KPK sudah secara nyata berani memperlemah pemberantasan korupsi," ujar Yudi kepada wartawan, Rabu 15 September 2021.

Yudi menyampaikan, pihaknya akan melakukan konsolidasi untuk nanti kedepannya bersiap mengambil langkah perlawanan sembari menunggu keputusan dari Presiden.

"Sampai hari ini kami masih menunggu dan masih setia putusan dari Presiden ketika memberikan arahan yang lalu bahwa tidak boleh diberhentikan. Kami masih menunggu arahan Presiden Joko Widodo terkait 56 pegawai KPK yang diberhentikan hari ini," tegas dia.

Adapun Jokowi pernah menyampaikan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN. Selain itu, Jokowi juga menilai TWK seharusnya menjadi masukan untuk perbaikan pegawai KPK, baik individu maupun institusi.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukam untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi dalam konferensi pers, Senin, 17 Mei 2021.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya