Liputan6.com, Jakarta Laporan Facebook dan Bain & Company memperkirakan jika 70 juta orang berbelanja online di 6 negara Asia Tenggara selama pandemi Covid-19.
Hal tersebut terjadi ketika pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan atau lockdown demi mencegah penyebaran virus Covid-19.
Advertisement
Ini juga seiring layanan digital seperti aplikasi belanja, pengiriman makanan, hingga metode pembayaran yang juga kian berkembang.
Bahkan jumlah konsumen digital di Asia Tenggara diprediksi bisa mencapai 350 juta hingga akhir tahun ini. Kemudian jumlah pembeli online di Asia Tenggara mencapai 380 juta pada 2026.
Melansir dari CNBC, Senin (20/09/2021), di akhir tahun 2021, Facebook dan Bain mengharapkan lebih dari 70 persen orang berusia 15 tahun ke atas di negara-negara yang disurvei melakukan belanja online.
Facebook dan Bain memprediksi 70 persen dari masyarakat berusia 15 tahun ke atas dari negara di wilayah Asia Tenggara dapat meningkat dari sebelumnya.
Laporan ini menyasar 16 ribu orang dari negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Di antara negara-negara yang disurvei, laporan menyebutkan jika Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, terus mengalami tingkat pertumbuhan tertinggi.
Populasi konsumen digitalnya diprediksi tumbuh sekitar 15 persen, dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta pada 2021.
Masifnya Penggunaan Layanan E-Commerce
Beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara tengah berjuang untuk bangkit dari krisis ekonomi akibat munculnya varian delta. Tidak sedikit juga kawasan di negara-negara berkembang memiliki tingkat vaksinasi yang masih rendah.
Pembatasan sosial yang masih terus berlanjut membatasi aktivitas transaksi di toko secara langsung. Menjadi tak heran apabila beberapa pasar dan e-commerce yang ada semakin gencar melakukan inovasi atau cara-cara lain agar tetap bertahan.
Survei pada Mei 2021 lalu, menemukan bahwa responden menjawab telah terlalu banyak berbelanja secara daring dan naik sebanyak 33 persen untuk 2020 dan 45 persen untuk 2021. Peningkatan ini dialami oleh masyarakat Singapura, Malaysia, dan Malaysia.
Proyeksi dan perhitungan dari pengeluaran belanja digital juga menjadi salah satu yang diteliti dengan rata-rata pertumbuhan 60 persen di 2021.
Di mana sebanyak USD 238 (Rp 3,38 juta) per orang pada 2020 naik menjadi USD 381 (Rp 5,42 juta) per konsumen.
Jika diakumulasikan, sektor ritel daring di seluruh Asia Tenggara melonjak dari 5 persen menjadi 9 persen pada 2021. Angka tersebut menunjukkan percepatan yang lebih pesat dibandingkan Brazil, China, dan India.
“Selama lima tahun ke depan, penjualan e-commerce Asia Tenggara telah diproyeksikan juga untuk mengimbangi negara-negara ini, yaitu tumbuh sebesar 14 persen per tahun,” demikian yang tertulis dalam laporan.
Advertisement
Investasi Capai Rekor Baru
Faktor tingginya jumlah konsumen juga mendorong pembelian layanan fintech turut naik, seperti penggunaan dompet digital dan investasi mata uang digital⎼kripto dan sejenisnya.
Memasuki tiga bulan pertama tahun 2021, 88 persen dari ekuitas swasta dan investasi modal di kawasan tersebut telah mengalir ke sektor teknologi dan internet. Dengan jumlah tersebut, 65 persennya masuk ke teknologi keuangan/layanan finansial.
“Kami melihat ada ledakan tiga kali lipat dari fintech. Tidak hanya regulator yang menghilangkan hambatan regulasi, kita juga melihat peluang yang besar,” ujar pendiri Centro Ventures Dmitry Levit.
Kemudian, dompet digital menjadi hal yang paling disukai responden, sebanyak 37 persen memilih layanan digital, sedangkan 28 persen lainnya menyukai uang tunai, 19 persen kartu kredit/debit, dan 15 persen untuk transfer bank.
Sementara itu, Filipina, Malaysia, dan Vietnam mengalami peningkatan terbesar dibanding yang lain dalam penggunaan dompet digital. Tiap negara mengalami kenaikan sebanyak 113 persen, 87 persen, dan 82 persen.
Peluang tersebut membuktikan adanya peluang besar khususnya ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara karena adanya perkembangan digitalisasi yang cepat.
“Wilayah ini akan menjadi pasar yang berkembang setidaknya 10 tahun ke depan seiring munculnya industri dan produk baru,” ujar mitra Golden Gate Ventures Justin Hall.
Reporter: Caroline Saskia