Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan retail Inggris, Marks and Spencer mengatakan pada Kamis (16/9/2021) bahwa pihaknya berencana untuk menutup lebih dari setengah tokonya di Prancis. Penutupan itu dikarenakan Brexit yang mempengaruhi pasokan produk ke Prancis.
Dikutip dari AFP, Jumat (17/9/2021) Marks and Spencer mengumumkan penutupan 11 dari 20 tokonya, yang menjual makanan.
Advertisement
"Proses ekspor yang panjang dan kompleks ... setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa secara signifikan membatasi pasokan," kata Marks and Spencer, dalam pernyataannya.
Sementara itu, 9 toko waralaba Marks and Spencer dengan mitranya, Lagardere Travel Retail akan tetap buka di bandara dan stasiun kereta api di Prancis.
"M&S memiliki sejarah panjang dalam melayani pelanggan di Prancis dan ini bukan keputusan yang kami atau mitra kami SFH anggap enteng," ujar Paul Friston, direktur pelaksana cabang internasional Marks and Spencer, dalam pernyataan itu.
"Namun, seperti yang terjadi hari ini, kompleksitas rantai pasokan yang ada setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa, sekarang membuat hampir tidak mungkin bagi kami untuk menyajikan produk segar dan dingin kepada pelanggan dengan standar tinggi yang mereka harapkan," tambahnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Konfigurasi Ulang
Pada akhir 2020 lalu, Marks and Spencer telah menyatakan pihaknya berencana untuk menutup sebagian besar toko di Paris.
Setelah keluarnya Inggris secara resmi dari Uni Eropa pada awal tahun, Marks and Spencer telah mengkonfigurasi ulang bisnis makanannya di Republik Ceko, menghapus penjualan semua produk segar dan dingin dari tokonya di sana.
Itu terjadi ketika bisnis Inggris di berbagai sektor sedang berjuang dengan pengiriman karena pandemi, ditambah dengan Brexit yang mengakibatkan kekurangan pengemudi truk.
Maka dari itu, Inggris mengatakan akan mendorong kembali penerapan pemeriksaan perbatasan penuh pasca-Brexit pada barang-barang dari Uni Eropa, karena COVID-19, birokrasi, dan aturan imigrasi baru memicu masalah pasokan.
Rencana untuk memperkenalkan kendali penuh di bidang-bidang seperti impor makanan dan produk hewani telah dijadwalkan mulai bulan depan tetapi sekarang akan dimulai dari Januari 2022 mendatang, menurut pemerintah setempat.
Advertisement