Dinosaurus Punah Karena Gunung Api, Bukan Meteorit

Sebuah studi menepis teori dinosaurus punah dari muka bumi dipicu jatuhnya meteor raksasa 65 juta tahun lalu.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Des 2012, 09:37 WIB
Selama ini diyakini, dinosaurus punah dari muka bumi dipicu jatuhnya meteor raksasa, selebar 15 kilometer, tak jauh dari Semenanjung Yukatan. Namun, sebuah studi menepis teori tersebut.

Baru-baru ini ilmuwan menyebut, aktivitas vulkanik di wilayah yang kini meliputi India, adalah sebab musabab kepunahan hewan raksasa itu. Yang memungkinkan manusia berevolusi dan menjadi penguasa dunia.

Para ahli berpendapat, lava yang mengalir selama puluhan ribu tahun dari Deccan Traps, sebuah daerah vulkanik dekat Mumbai,  telah memuntahkan sulfur dan karbon dioksida beracun ke atmosfer, menyebabkan kepunahan massal lewat pemanasan global dan pengasaman lautan.

Penemun tersebut, yang dipresentasikan Rabu 5 Desember lalu dalam pertemuan American Geophysical Union. Makin memperuncing perdebatan, apakah asteroid atau gunung api yang bertanggungjawab memusnahkan secara massal dinosaurus atau kepunahan K-T (Kapur- Tersier).

"Data kami adalah sebuah panggilan untuk penilaian ulang, apa yang sebenarnya menyebabkan kepunahan massal K-T," kata Gerta Keller, geolog dari Princeton University, yang terlibat dalam penelitian ini, seperti dimuat situs sains, LiveScience.

Selama beberapa tahun, Keller telah menyatakan bahwa aktivitas gunung berapi lah yang membunuh dinosaurus.

Sebaliknya, para pendukung hipotesis Alvarez meyakini, meteorit raksasa menghantam Chicxulub, Meksiko sekitar 65 juta tahun lalu, menyemburkan gas dan debu ke atmosfer, menutupi sinar matahari, membuat suhu bumi turun drastis. Debu juga membuat pada dinosaurus mati sesak nafas, meracuni lautan. Meteorit juga mungkin memicu aktivitas vulkanik, gempa bumi, dan tsunami.

"Penelitian terakhir mendemonstrasikan bahwa Deccan Traps terjadi sebelum kepunahan massal, dan mungkin punya kontribusi, seluruhnya atau bahkan total terhadap kepunahan tersebut," kata Eric Front, geolog dari University of Lisbon, Portugal, yang tak terlibat dalam penelitian.

"Kecoa Laut"

Hipotesis tersebut diawali temuan pada  2009. Saat pengeboran sebuah perusahaan minyak di timur India, menemukan sedimen lava yang berada di 3,3 kilometer di bawah permukaan laut.

Keller yang mengukji sedimen itu menemukan banyak kandungan fosil dari periode geologi Cretaceous-Tersier, era ketika dinosaurus menghilang.

Sedimen itu mengandung banyak fosil plankton kecil, dengan kulit yang tak sempurna. Menandakan mahluk  tersebut hidup beberapa tahun setelah erupsi terjadi.

Sebagian besar spesies plankton itu akhirnya mati. Namun setelahnya, muncul plankton berukuran kecil dengan lapisan kulit luar yang sulit didefinisikan. Disebut dengan Guembilitria. "Kami menyebut Guembilitria ini sebagai oportunis bencana. Ia seperti kecoa, ketika kondisi yang lain memburuk, ia tetap bertahan," kata Keller.

Guembilitria dominan saat kandungan belerang di alam meningkat akibat terjadinya hujan asam. Di laut, belerang berikatan dengan kalsium sehingga kalsium untuk pembentukan cangkang dan tulang hewan berkurang.

Keberadaan fosil ini juga didukung dengan bukti fosil hewan dan tanaman di India pada waktu yang sama yang menunjukkan mereka juga punah akibat letusan gunung api.

Dampak Meteorit Terlalu Kecil

Beberapa waktu lalu, tim juga meneliti kandungan mineral di Chicxulub tempat jatuhnya meteorit. Hasilnya makin memperkuat hipotesis mereka.

Tim menemukan, sedimen di sama  banyak mengandung iradium sebagai bukti keberadaan meteorit. Namun, mereka menyebut, tumbukan ini terjadi setelah era punahnya dinosaurus.

Apalagi, menurut tim, meteorit  tidak akan menghasilkan belerang dan karbondioksida beracun dalam jumlah besar. Meteorit bisa memperparah , tapi bukan penyebab utama kepunahan dinosaurus.

"Meteorit terlalu kecil untuk memicu kepunahan dinosaurus."(Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya